2.2 Atonia Uteri
2.2.1 Pengertian
Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana miometrium
tidak dapat berkontraksi dalam waktu 15 detik dan bila ini terjadi maka darah
yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali.(3)
Atonia uteri adalah kegagalan miometrium pada sisi
plasenta untuk berkontraksi dan berekstraksi serta mengompresi pembuluh darah
yang robek dan mengendalikan kehilangan darah dengan kerja ligature. (6)
Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana miometrium
tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas
tempat melekatnya plasenta tidak terkendali.(7)
2.2.2 Patofisiologi
Perdarahan postpartum bisa dikendalikan melalui
kontraksi dan retraksi serat-serat miometrium. Kontraksi dan retraksi ini
menyebabkan terlipatnya pembuluh-pembuluh darah sehingga aliran darah di tempat
plasenta berhenti kegagalan mekanisme akibat gangguan fungsi miometrium
dinamakan atonia uteri dan keadaan ini menjadi penyebab utama perdarahan
postpartum. Sekalipun pada kasus perdarahan postpartum kadang-kadang sama
sekali tidak disangka atonia uteri sebagai penyebabnya, namun adanya factor
penyebab dalam banyak hal harus menimbulkan kewaspadaan terhadap kemungkinan
gangguan tersebut. (6)
2.2.3 Etiologi
Adapun
factor penyebab dari atonia uteri adalah sebagai berikut : (7)
1. Pemisahan
plasenta inkomplet. Jika plasenta tetap melekat secara utuh pada
dinding uterus, hal ini cenderung tidak menyebabkan perdarahan. Namun demikian,
jika pemisahan telah terjadi, pembuluh darah maternal akan robek. Jika jaringan
plasenta sebagian tetap tertanam
dalam desidua yang menyerupai spon, kontraksi dan retraksi yang
efisien akan terganggu.
2. Retensi kotiledon, pragmen plasenta
atau
membaran. Hal ini juga mengganggu
kerja uterus yang efisien.
3. Percepatan
persalinan. Jika uterus telah
berkontraksi dengan kuat dan menyebabkan durasi persalinan kurang dari satu
jam, kesempatan otot untuk berretraksi tidak cukup.
4. Persalinan
lama. Dalam persalinan yang fase aktifnya berlangsung lebih dari 12 jam inersia uterus dapat terjadi akibat
kelelahan otot.
5. Polihydramnion atau
kehamilan kembar. Miometrium menjadi sangat regang sehingga menjadi kurang
efisien.
6. Plasenta
previa. Sebagian atau seluruh plasenta berada di bawah tempat lapisan ototyang
lebih tipis mengandung sedikit serat
oblik : mengakibatkan control perdarahan yang buruk.
7. Abrupsio plasenta.
Darah dapat meresap diantara serat otot mengganggu kerja efektif.
8. Anastesi umum.
Agen anastesi dapat menyebabkan relaksi uterus, terutama agen inhalasi yang mudah menguap seperti halotan.
9. Kesalahan
penatalaksanaan kala 3 persalinan. Dikatakan bahwa factor ini tetap menjadi
penyebab perdarahan pasca partum yang paling sering. Gesekan fundus atau manipulasi uterus dapat mencetuskan terjadinya kontraksi aritmik sehingga plasenta
hanya sebagian terpisah dan kehilangan retraksi.
10. Kandung
kemih penuh. Kandung kemih penuh, kedekatannya dengan uterus di dalam abdomen setelah
kala 2 persalinan dapat mengganggu kerja uterus.
Hal ini juga merupakan kesalahan penatalaksanaan.
Terjadi sejumlah factor lain yang tidak secara
langsung menyebabkan perdarahan pascapartum,
tetapi meningkatkan kecenderungan terjadi perdarahan hebat:
1. Riwayat
perdarahan pasca partum atau retensi plasenta. Terdapat resiko
kekembuhan pada kehamilan berikutnya . riwayat obstetric yang detail yang diperoleh pada pemeriksaan neonatal yang
pertama akan memastikan dilakukannya pengaturan agar ibu dapat melahirkan di
unit konsultan.
2. Paritas
tinggi pada setiap kehamilan , jaringan fibrosa
menggantikan serat otot di dalam uterus. Hal ini akan menurunkan kontraktilitasnya dan pembuluh darah menjadi
lebih sulit dikompresi. Ibu yang
pernah mengalami lima kelahiran atau lebih, mengalami peningkatan resiko.
3. Fibroid (fibromiomata). Fibroid
normalnya adalah tumor benigna yang
terdiri atas otot dan jaringan fibrosa. Yang
dapat mnggangu efektifitas kerja uterus .
4. Anemia.
Ibu yang memasuki persalinan dengan konsentrasi hemoglobin yang rendah (dibawah
10 gr/dl) dapat mengalami penurunan yang lebih cepat lagi jika terjadi
perdarahan, bagaimanapun kecilnya anemia berkaitan dengan debilitas yang merupakan penyebab lebih langsung terjadinya atonia uterus.
5. Ketosis.
Pengaruh ketosis terhadap kerja uterus masih belum jelas. Fouleks & Dumoulin (1983) mengemukakan bahwa dalam sejumlah
orang yang terdiri atas 3500 wanita, 40% mengalami ketonuria selama persalinan. Mereka melaporkan bahwa jika
persalinan mengalami kemajuan yang baik, hal ini tampaknya tidak membahayakan
kondisi janin atau ibu. Namun demikian, terdapat hubungan yang segnifikan
antara ketosis dan kebutuhan
penambahan oksitosin, pelahiran
dengan bantuan alat dan perdarahan pasca partum jika persalinan berlangsung
lebih dari 12 jam. Oleh karena itu, koreksi
ketosis dianjurkan dan dapat difasilitasi dengan memastikan bahwa ibu
mendapatkan asupan cairan dan nutrisi yang agak padat sesuai toleransi selama
persalinan. Tidak ada yang menunjukan bahwa batasan makanan atau cairan perlu
dilakukan perjalanan normal persalinan.
2.2.4 Penilaian Atonia Uteri
Beberapa
hal yang harus dinilai sebagai berikut :
a) Tentukan
kasus dalam kondisi syok atau tidak
b) Tentukan
bahwa plasenta sudah lahir
c) Tentukan
kontraksi rahim, pada atonia uteri
kontraksi sangat buruk (lembek)
d) Tentukan
bahwa perdarahan berasal dari rongga rahim
Pastika bahwa
perdarahan tidak berasal dari perlukaan perineum,
vulva, vagina, atau serviks.(6)
2.2.5 Penatalaksaan Atonia Uteri
Peranan bidan dalam menghadapi perdarahan post
partum karena atonia uteri apabila
uterus tidak berkontraksi lebih dari 15 detik maka lakukan : (5)
1.
Segera lakuakn kompresi bimanual internal
a. Pakai sarung tangan disinfeksi
tingkat tinggi atau steril, dengan lembut masukkan tangan secara obstetric (dengan cara menyatukan kelima ujung jari) ke
introitus dan ke dalam vagina itu.
b. Periksa vagina dan serviks. Jika ada selaput ketuban atau bekuan
darah pada kavum uteri mungkin hal ini menyebabkan uterus tidak dapat
berkontraksi secara penuh.
c. Kepalkan tangan dalam dan tempatkan
pada fornik anterior, tekan dinding anterior uterus, kea rah tangan luar yang
menahan dan mendorong dinding posterior
uterus ke depan dan belakang .
d. Tekan uterus dengan kedua tangan
secara kuat. Kompresi uterus ini memberikan tekanan langsung pada pembuluh
darah di dalam dinding uterus dan juga merangsang miometrium untuk
berkontraksi.
2.2.5.1 Kompresi
Bimanual Internal
e.
Evaluasi keberhasilan:
· Jika uterus berkontraksi dan
perdarahan berkurang, teruskan melakukan KBl selama dua menit, kemudian
perlahan-lahan keluarkan tangan dari dalam vagina. Pantau kondisi ibu secara
melekat selama kala empat.
· Jika uterus berkontraksi tapi
perdarahan terus berlangsung, periksa perineum, vagina dari serviks apakah
terjadi laserasi di bagian tersebut. Segera lakukan si
penjahitan jika ditemukan laserasi.
· Jika kontraksi uterus tidak terjadi
dalam waktu 5 menit, ajarkan keluarga untuk melakukan kompresi bimanual
eksternal kemudian teruskan dengan langkah-langkah penatalaksanaan atonia
uteri selanjutnya. Minta tolong keluarga untuk mulai menyiapkan rujukan.
Alasan: Atonia uteri seringkali bisa diatasi dengan
KBl, jika KBl tidak berhasil dalam waktu 5 menit diperlukan tindakan-tindakan
lain.
2. Berikan 0,2 mg ergometrin IM atau misoprostol 600-1000 mcg perrektal.
(jangan berikan ergometrin kepada ibu dengan hipertensi)
Alasan
: Ergometrin yang diberikan, akan meningkatkan tekanan darah lebih tinggi dari
kondisi normal.
3. Menggunakan jarum berdiameter besar
(ukuran 16 atau 18), pasang infus dan berikan 500 ml larutan Ringer Laktat yang
mengandung 20 unit oksitosin.
Alasan: Jarum dengan diameter besar, memungkinkan pemberian cairan
IV secara cepat, dan dapat langsung digunakan jika ibu membutuhkan transfusi
darah. Oksitosin IV akan dengan cepat merangsang kontraksi uterus.
Ringer Laktat akan membantu mengganti volume cairan yang hilang selama perdarahan.
4. Pakai sarung tangan steril atau
disinfeksi tingkat tinggi dan ulangi KBI.
Alasan: KBI yang digunakan bersama
dengan ergometrin dan oksitosin dapat membantu membuat uterus-berkontraksi
5. Jika uterus tidak berkontraksi dalam
waktu sampai 2 menit, segera lakukan rujukan Berarti ini bukan atonia uteri
sederhana. Ibu membutuhkan perawatan gawat-darurat di fasilitas kesehatan yang
dapat melakukan tindakan pembedahan dan transfusi darah.
6.
Sambil membawa ibu ke tempat rujukan. Teruskan
melakukan KBI hingga ibu tiba di tempat rujukan. Teruskan pemberian cairan IV
hingga ibu tiba di fasilitas rujukan:
a.
Infus 500 ml yang pertama dan habiskan dalam waktu 10 menit.
b.
Kemudian berikan 500 ml/jam hingga tiba di tempat rujukan atau hingga jumlah
cairan yang diinfuskan mencapai 1,5 liter, dan kemudian berikan 125 ml/jam.
c.
Jika cairan IV tidak cukup, infuskan botol kedua berisi 500 ml cairan dengan
tetesan lambat dan berikan cairan secara oral untuk asupan cairan tambahan.
Kompresi
bimanual eksternal
1.
Letakkan satu tangan pada abdomen di depan uterus,
tepat di atas simfisis pubis.
2.2.5.2
Kompresi bimanual eksternal
2.
Letakkan tangan yang lain pada dinding abdomen
(dibelakang korpus uteri), usahakan memegang bagian belakang uterus seluas
mungkin.
3.
Lakukan gerakan saling merapatkan kedua tangan
untuk melakukan kompresi pembuluh darah di dinding uterus dengan cara menekan
uterus di antara kedua tangan tersebut.
2.2.6 Akibat dari Atonia Uteri
a)
Syok
1. Pengertian
Syok adalah suatu
keadaan klinis yang akut pada seorang penderita, yang bersumber pada
berkurangnya perfusi jaringan dengan darah, akibat gangguan pada sirkulasi
mikro. (3)
2. Klasifikasi
a. Syok
Hipopolemik
Seperti syok karena
perdarahan dan dehidrasi
b. Syok
Septik
Karena infeksi
c. Syok
Kardiogenik
Karena kegagalan
jantung
d. Syok
anafilatik
Karena alergi
e. Syok
Neurogenik
Karena rangsangan luar
biasa pada urat saraf
f. Syok
Obstruktif
Karena hambatan
pengaliran darah ke jantung
3. Syok
Dalam Kebidanan
Ada keadaan-keadaan
patologi waktu kehamilan atau persalinan yang memberi predisposisi terhadap
timbulny syok, seperti anemia, gangguan gizi, partus lama disertai dehidrasi.
Syok pada waktu kehamilan mengakibatkan syok pula pada janin yang berada dalam
kandungan. Peristiwa-peristiwa yang dalam praktek kebidanan dapat menimbulkan
syok adalah :
1. Perdarahan
2. Infeksi
berat
3. Solusio
plasenta
4. Perlukaan
dalam persalinan
5. Inversion
uteri
6. Emboli
air ketuban
4. Penanganan
Syok
Mengigat
bahaya syok, peristiwa-peristiwa yang dapat menimbulkan syok harus
ditanggulangi sebaik-baiknya. Dalam praktek kebidanan pemberian cairan
intravena melalui infuse pada waktu persalinan sebagai tindakan pencegahan
untuk menghindari hipovolumia besar
manfaatnya, terutama pada penderita yang menunjukan predisposisi syok.
Pemberian pertolongan kepada penderita dengan syok sebaiknya diikutii dengan
suatu rencana tindakan yang urutannya sebagai berikut.
Pertama-tama
kelancaran ventilasi harus dijamin. Untuk ini perlu ditentukan apakah jalan
nafas bebas, jika tidak, hal itu perlu di usahakan dengan segera. Kemudian
karena pada syok selalu ada pengurangan volume dalam sirkulasi umum, diberi
cairan melalui infuse intavena. Setelah dilakukan tindakan-tindakan seperti tersebut
diatas, diusahakan selekasnya menangulangi peristiwa yang menjadi penyebab
syok, dengan tindakan yang bersifat medis ataupun pembedahan.
Pada syok yang
tidak tahu sebab-sebabnya sebaiknya dilakukan pemeriksaan vagina. Selama
perawatan perlu terus menerus diadakan pengawasan keadaan penderitaan. Secara
berkala diadakan pengukuran nadi, tekanan darah, suhu, pernapasan, dieresis,
dan pemeriksaan-pemeriksaan labolatorium. Hasil penilaian pengukuran-pengukuran
ini melakukan tindakan selanjutnya.
2.3 Kewenanangan Bidan
Kewenangan bidan berdasarkan
Revisi Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.02.02/Menkes/149/2010 Tentang Izin Dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan (8)
Pasal 10(1) Pelayanan kebidanan kepada ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat 2 meliputi :
a. Anamnesa ibu hamil
b. Pemeriksaan fisik
c. Pemeriksaan LAB sederhana (hb dan urin)
d. Penyuluhan dan konseling
e. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal;
f. Pertolongan persalinan normal
g. Pertolongan persalinan malpresentasi dengan letak bokong sempurna, distosia bahu, asfiksia neonatal, retensio plasenta, perdarahan karena atonia uteri, dan penggunaan ekstraksi vakum dengan kepala janin didasar panggul (pada keadaan darurat/tidak tersedianya dokter spesialis kebidanan diwilayah kerja bidan tersebut)
h. Pelayanan nifas normal
Pasal 11
Bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf a berwenang untuk :
a. Memberikan imunisasi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah;
b. Bimbingan senam hamil;
c. Episiotomy;
d. Penjahitan luka episiotomy;
e. Kompresi bimanual dalam rangka kedagawat daruratan dilanjutkan dengan perujukan;
f. Pencegahan anemia;
g. Inisiasi menyusu dini dan promosi air susu ibu esklusif;
h. Resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia;
i. Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk;
j. Pemberian minum dengan sonde/pipet;
k. Pemberian obat antibiotic oral, sedative, uterotonika untuk manajemen aktif kalaIII dan pada penanganan perdarahan postpartum;
l. Pemberian surat keterangan kelahiran; dan
m. Pemberian surat keterangan hamil untuk keperluan cuti melahirkan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar