Minggu, 06 Januari 2013

Atonia Uteri


2.2 Atonia Uteri
2.2.1 Pengertian
Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana miometrium tidak dapat berkontraksi dalam waktu 15 detik dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali.(3)
Atonia uteri adalah kegagalan miometrium pada sisi plasenta untuk berkontraksi dan berekstraksi serta mengompresi pembuluh darah yang robek dan mengendalikan kehilangan darah dengan kerja ligature. (6)
Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana miometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta tidak terkendali.(7)


2.2.2  Patofisiologi
Perdarahan postpartum bisa dikendalikan melalui kontraksi dan retraksi serat-serat miometrium. Kontraksi dan retraksi ini menyebabkan terlipatnya pembuluh-pembuluh darah sehingga aliran darah di tempat plasenta berhenti kegagalan mekanisme akibat gangguan fungsi miometrium dinamakan atonia uteri dan keadaan ini menjadi penyebab utama perdarahan postpartum. Sekalipun pada kasus perdarahan postpartum kadang-kadang sama sekali tidak disangka atonia uteri sebagai penyebabnya, namun adanya factor penyebab dalam banyak hal harus menimbulkan kewaspadaan terhadap kemungkinan gangguan tersebut. (6)
2.2.3 Etiologi
   Adapun factor penyebab dari atonia uteri adalah sebagai berikut : (7)
1.      Pemisahan plasenta inkomplet. Jika plasenta tetap melekat secara utuh pada dinding uterus, hal ini cenderung tidak menyebabkan perdarahan. Namun demikian, jika pemisahan telah terjadi, pembuluh darah maternal akan robek. Jika jaringan plasenta sebagian tetap tertanam dalam desidua yang menyerupai spon, kontraksi dan retraksi yang efisien akan terganggu.
2.      Retensi kotiledon, pragmen plasenta atau membaran. Hal ini juga mengganggu kerja uterus yang efisien.
3.      Percepatan persalinan. Jika uterus telah berkontraksi dengan kuat dan menyebabkan durasi persalinan kurang dari satu jam, kesempatan otot untuk berretraksi tidak cukup.
4.      Persalinan lama. Dalam persalinan yang fase aktifnya berlangsung lebih dari 12 jam inersia uterus dapat terjadi akibat kelelahan otot.
5.      Polihydramnion atau kehamilan kembar. Miometrium menjadi sangat regang sehingga menjadi kurang efisien.
6.      Plasenta previa. Sebagian atau seluruh plasenta berada di bawah tempat lapisan ototyang lebih tipis mengandung sedikit serat oblik : mengakibatkan control perdarahan yang buruk.
7.      Abrupsio plasenta. Darah dapat meresap diantara serat otot mengganggu kerja efektif.
8.      Anastesi umum. Agen anastesi dapat menyebabkan relaksi uterus, terutama agen inhalasi yang mudah menguap seperti halotan.
9.      Kesalahan penatalaksanaan kala 3 persalinan. Dikatakan bahwa factor ini tetap menjadi penyebab perdarahan pasca partum yang paling sering. Gesekan fundus atau manipulasi uterus dapat mencetuskan terjadinya kontraksi aritmik sehingga plasenta hanya sebagian terpisah dan kehilangan retraksi.
10.  Kandung kemih penuh. Kandung kemih penuh, kedekatannya dengan uterus di dalam abdomen setelah kala 2 persalinan dapat mengganggu kerja uterus. Hal ini juga merupakan kesalahan penatalaksanaan.
Terjadi sejumlah factor lain yang tidak secara langsung menyebabkan perdarahan pascapartum, tetapi meningkatkan kecenderungan terjadi perdarahan hebat:
1.      Riwayat perdarahan pasca partum atau retensi plasenta. Terdapat resiko kekembuhan pada kehamilan berikutnya . riwayat obstetric yang detail yang diperoleh pada pemeriksaan neonatal yang pertama akan memastikan dilakukannya pengaturan agar ibu dapat melahirkan di unit konsultan.
2.      Paritas tinggi pada setiap kehamilan , jaringan fibrosa menggantikan serat otot di dalam uterus. Hal ini akan menurunkan  kontraktilitasnya dan pembuluh darah menjadi lebih sulit dikompresi. Ibu yang pernah mengalami lima kelahiran atau lebih, mengalami peningkatan resiko.
3.      Fibroid (fibromiomata). Fibroid normalnya adalah tumor benigna yang terdiri atas otot dan jaringan fibrosa. Yang dapat mnggangu efektifitas kerja uterus .
4.      Anemia. Ibu yang memasuki persalinan dengan konsentrasi hemoglobin yang rendah (dibawah 10 gr/dl) dapat mengalami penurunan yang lebih cepat lagi jika terjadi perdarahan, bagaimanapun kecilnya anemia berkaitan dengan debilitas yang merupakan penyebab lebih langsung terjadinya atonia uterus.
5.      Ketosis. Pengaruh ketosis terhadap kerja uterus masih belum jelas. Fouleks & Dumoulin (1983) mengemukakan bahwa dalam sejumlah orang yang terdiri atas 3500 wanita, 40% mengalami ketonuria selama persalinan. Mereka melaporkan bahwa jika persalinan mengalami kemajuan yang baik, hal ini tampaknya tidak membahayakan kondisi janin atau ibu. Namun demikian, terdapat hubungan yang segnifikan antara ketosis dan kebutuhan penambahan oksitosin, pelahiran dengan bantuan alat dan perdarahan pasca partum jika persalinan berlangsung lebih dari 12 jam. Oleh karena itu, koreksi ketosis dianjurkan dan dapat difasilitasi dengan memastikan bahwa ibu mendapatkan asupan cairan dan nutrisi yang agak padat sesuai toleransi selama persalinan. Tidak ada yang menunjukan bahwa batasan makanan atau cairan perlu dilakukan perjalanan normal persalinan.
2.2.4 Penilaian Atonia Uteri
   Beberapa hal yang harus dinilai sebagai berikut :
a)      Tentukan kasus dalam kondisi syok atau tidak
b)      Tentukan bahwa plasenta sudah lahir
c)      Tentukan kontraksi rahim, pada atonia uteri kontraksi sangat buruk (lembek)
d)     Tentukan bahwa perdarahan berasal dari rongga rahim
Pastika bahwa perdarahan tidak berasal dari perlukaan perineum, vulva, vagina, atau serviks.(6)

2.2.5 Penatalaksaan Atonia Uteri
Peranan bidan dalam menghadapi perdarahan post partum karena atonia uteri  apabila uterus tidak berkontraksi lebih dari 15 detik maka lakukan : (5)        
1.      Segera lakuakn kompresi  bimanual internal
a.       Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril, dengan lembut masukkan tangan secara obstetric  (dengan cara menyatukan kelima ujung jari) ke introitus dan ke dalam vagina itu.
b.      Periksa vagina dan  serviks. Jika ada selaput ketuban atau bekuan darah pada kavum uteri mungkin hal ini menyebabkan uterus tidak dapat berkontraksi secara penuh.
c.       Kepalkan tangan dalam dan tempatkan pada fornik anterior, tekan dinding anterior uterus, kea rah tangan luar yang menahan dan mendorong  dinding posterior uterus ke depan dan belakang .
d.      Tekan uterus dengan kedua tangan secara kuat. Kompresi uterus ini memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah di dalam dinding uterus dan juga merang­sang miometrium untuk berkontraksi.
2.2.5.1  Kompresi Bimanual Internal
e. Evaluasi keberhasilan:
·      Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan melakukan KBl selama dua menit, kemudian perlahan-lahan keluarkan tangan dari dalam vagina. Pantau kondisi ibu secara melekat selama kala empat.
·      Jika uterus berkontraksi tapi perdarahan terus berlangsung, periksa perineum, vagina dari serviks apakah terjadi laserasi di bagian tersebut. Segera lakukan    si penjahitan jika ditemukan laserasi.
·      Jika kontraksi uterus tidak terjadi dalam waktu 5 menit, ajarkan keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksternal kemudian terus­kan dengan langkah-langkah penatalaksanaan atonia uteri selanjutnya. Minta tolong keluarga untuk mulai menyiapkan rujukan.
Alasan: Atonia uteri seringkali bisa diatasi dengan KBl, jika KBl tidak berhasil dalam waktu 5 menit diperlukan tindakan-tindakan lain.
2.      Berikan 0,2 mg ergometrin IM  atau misoprostol 600-1000 mcg perrektal. (jangan berikan ergometrin kepada ibu dengan hipertensi) 
Alasan : Ergometrin yang diberikan, akan meningkatkan tekanan darah lebih tinggi dari kondisi normal.
3.      Menggunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau 18), pasang infus dan berikan 500 ml larutan Ringer Laktat yang mengandung 20 unit oksitosin. 
  Alasan:   Jarum dengan diameter besar, memungkinkan pemberian cairan IV secara cepat, dan dapat langsung digunakan jika ibu membutuhkan transfusi darah. Oksitosin IV akan dengan cepat   merangsang kontraksi uterus. Ringer Laktat akan membantu mengganti volume cairan yang  hilang selama perdarahan.
4.      Pakai sarung tangan steril atau disinfeksi tingkat tinggi dan ulangi KBI.
Alasan:   KBI yang digunakan bersama dengan ergometrin dan oksitosin dapat membantu membuat uterus-berkontraksi
5.      Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu sampai 2 menit, segera lakukan rujukan Berarti ini bukan atonia uteri sederhana. Ibu membutuhkan perawatan gawat-darurat di fasilitas kesehatan yang dapat melakukan tindakan pembedahan dan transfusi darah.
6.      Sambil membawa ibu ke tempat rujukan. Teruskan melakukan KBI hingga ibu tiba di tempat rujukan. Teruskan pemberian cairan IV hingga ibu tiba di fasilitas rujukan:
a.  Infus 500 ml yang pertama dan habiskan dalam waktu 10 menit.
b.  Kemudian berikan 500 ml/jam hingga tiba di tempat rujukan atau hingga jumlah cairan yang diinfuskan mencapai 1,5 liter, dan kemudian berikan 125 ml/jam.
c.   Jika cairan IV tidak cukup, infuskan botol kedua berisi 500 ml cairan dengan tetesan lambat dan berikan cairan secara oral untuk asupan cairan tambahan.

Kompresi bimanual eksternal
1.      Letakkan satu tangan pada abdomen di depan uterus, tepat di atas simfisis pubis.
                                     2.2.5.2 Kompresi bimanual eksternal

2.      Letakkan tangan yang lain pada dinding abdomen (dibelakang korpus uteri), usahakan memegang bagian belakang uterus seluas mungkin.
3.      Lakukan gerakan saling merapatkan kedua tangan untuk melakukan kompresi pembuluh darah di dinding uterus dengan cara menekan uterus di antara kedua tangan tersebut.
2.2.6 Akibat dari Atonia Uteri
a)      Syok
1.      Pengertian
Syok adalah suatu keadaan klinis yang akut pada seorang penderita, yang bersumber pada berkurangnya perfusi jaringan dengan darah, akibat gangguan pada sirkulasi mikro. (3)
2.      Klasifikasi
a.       Syok Hipopolemik
Seperti syok karena perdarahan dan dehidrasi
b.      Syok Septik
Karena infeksi
c.       Syok Kardiogenik
Karena kegagalan jantung
d.      Syok anafilatik
Karena alergi
e.       Syok Neurogenik
Karena rangsangan luar biasa pada urat saraf
f.       Syok Obstruktif
Karena hambatan pengaliran darah ke jantung
3.      Syok Dalam Kebidanan
Ada keadaan-keadaan patologi waktu kehamilan atau persalinan yang memberi predisposisi terhadap timbulny syok, seperti anemia, gangguan gizi, partus lama disertai dehidrasi. Syok pada waktu kehamilan mengakibatkan syok pula pada janin yang berada dalam kandungan. Peristiwa-peristiwa yang dalam praktek kebidanan dapat menimbulkan syok adalah :
1.      Perdarahan
2.      Infeksi berat
3.      Solusio plasenta
4.      Perlukaan dalam persalinan
5.      Inversion uteri
6.      Emboli air ketuban
4.      Penanganan Syok
Mengigat bahaya syok, peristiwa-peristiwa yang dapat menimbulkan syok harus ditanggulangi sebaik-baiknya. Dalam praktek kebidanan pemberian cairan intravena melalui infuse pada waktu persalinan sebagai tindakan pencegahan untuk menghindari hipovolumia besar manfaatnya, terutama pada penderita yang menunjukan predisposisi syok. Pemberian pertolongan kepada penderita dengan syok sebaiknya diikutii dengan suatu rencana tindakan yang urutannya sebagai berikut.
Pertama-tama kelancaran ventilasi harus dijamin. Untuk ini perlu ditentukan apakah jalan nafas bebas, jika tidak, hal itu perlu di usahakan dengan segera. Kemudian karena pada syok selalu ada pengurangan volume dalam sirkulasi umum, diberi cairan melalui infuse intavena. Setelah dilakukan tindakan-tindakan seperti tersebut diatas, diusahakan selekasnya menangulangi peristiwa yang menjadi penyebab syok, dengan tindakan yang bersifat medis ataupun pembedahan.
Pada syok yang tidak tahu sebab-sebabnya sebaiknya dilakukan pemeriksaan vagina. Selama perawatan perlu terus menerus diadakan pengawasan keadaan penderitaan. Secara berkala diadakan pengukuran nadi, tekanan darah, suhu, pernapasan, dieresis, dan pemeriksaan-pemeriksaan labolatorium. Hasil penilaian pengukuran-pengukuran ini melakukan tindakan selanjutnya.
2.3 Kewenanangan Bidan
Kewenangan bidan berdasarkan Revisi Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor   Hk.02.02/Menkes/149/2010 Tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik Bidan (8)

Pasal 10
(1) Pelayanan kebidanan kepada ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat 2 meliputi :
a. Anamnesa ibu hamil
b. Pemeriksaan fisik
c. Pemeriksaan LAB sederhana (hb dan urin)
d. Penyuluhan dan konseling
e. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal;
f. Pertolongan persalinan normal
g. Pertolongan persalinan malpresentasi dengan letak bokong sempurna, distosia bahu, asfiksia neonatal, retensio plasenta, perdarahan karena atonia uteri, dan penggunaan ekstraksi vakum dengan kepala janin didasar panggul (pada keadaan darurat/tidak tersedianya dokter spesialis kebidanan diwilayah kerja bidan tersebut)
h. Pelayanan nifas normal
Pasal 11
Bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf a berwenang untuk :
a. Memberikan imunisasi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah;
b. Bimbingan senam hamil;
c. Episiotomy;
d. Penjahitan luka episiotomy;
e. Kompresi bimanual dalam rangka kedagawat daruratan dilanjutkan dengan perujukan;
f. Pencegahan anemia;
g. Inisiasi menyusu dini dan promosi air susu ibu esklusif;
h. Resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia;
i. Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk;
j. Pemberian minum dengan sonde/pipet;
k. Pemberian obat antibiotic oral, sedative, uterotonika untuk manajemen aktif  kalaIII dan pada penanganan perdarahan postpartum;
l. Pemberian surat keterangan kelahiran; dan
m. Pemberian surat keterangan hamil untuk keperluan cuti melahirkan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar