Minggu, 06 Januari 2013

Hiperemesis Gravidarum (HEG)


2.4.1 Definisi
Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang berlebihan pada wanita hamil sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari karena keadaan umumnya menjadi buruk, karena terjadi dehidrasi. [2]
Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah berle­bihan selama masa hamil. Muntah yann membahayakan ini dibedakan dari morning sickness normal yang umum dialami wanita hamil karena intensitasnya melebihi muntah normal dan berlangsung selama trimester pertama kehamilan. Sehubungan dengan adanya ketonemia, penurunan berat badan, dan dehidrasi, hiperemesis gravidarum dapat terjadi di setiap trimester, biasanya diawali pada trimester pertama dan menetap selama kehamilan dengan tingkat keparahan bervariasi. [8]
Mual dan muntah berlebihan selama kehamilan dengan intensitas lebih sering dan durasi lebih lama daripada mual dan muntah yang biasa dialami pada trimester pertama. Terkait dengan ketonemia, penurunan berat badan, dehidrasi dan abnormalitas kimia darah. [9]
Jika seorang ibu hamil memuntahkan segala apa yang dimakan dan diminum sehingga berat badan sangat turun, turgor kulit kurang, diurese kurang dan timbul aceton dalam air kencing, maka keadaan ini disebut hyperemesis gravidarum dan memerlukan perawatan hospitalisasi. [10]
Wiknjosastro (2005) mengatakan bahwa Hiperemesis gravidarum adalah mual muntah yang berlebihan pada ibu hamil, seorang ibu menderita hiperemesis gravidarum jika ia memuntahkan segala yang dimakan dan diminumnya hingga berat badan ibu sangat turun, turgor kulit kurang, diurese kurang dan timbul aceton dalam air kencing. [11]
Jadi dapat disimpulkan bahwa hiperemesis gravidarum adalah mual muntah berlebihan yang terjadi pada ibu hamil dimana ia memuntahkan segala yang dimakan ataupun diminumnya sehingga menyebabkan, penurunan berat badan, dehidrasi, dan asetonuria.
2.4.2 Etiologi
Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Belum ada bukti bahwa penyakit ini disebabkan oleh factor toksik. Akan tetapi diperkirakan erat kaitannya dengan endokrin, biokimiawi dan psikologis. [4,11]
Factor predisposisi yang telah dikemukakan adalah sebagai berikut:
1.      Frekuensi yang tinggi pada primigravida, mola hidatidosa, dan kehamilan ganda menimbulkan dugaan bahwa factor hormone memegang peranan karena pada keadaan tersebut hormone hCG dibentuk berlebihan. (Wiknjosastro, 2005)
2.      Masuknya vili korialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolic akibat hamil serta resistensi yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan merupakan factor organic. (Wiknjosastro, 2005)
3.      Alergi sebagai salah satu respon dari jaringan ibu terhadap anak. (Wiknjosastro, 2005)
4.      Factor psikologik memegang peranan yang penting pada penyakit ini karena konflik mental yang terjadi dapat memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil atau sebagai pelarian kesukaran hidup. (Wiknjosastro, 2005)
5.      Faktor adaptasi hormonal, wanita primigravida dan overdistensi rahim pada hamil ganda dan molahidatidosa, jumlah hormone yang dikeluarkan terlalu tinggi (Manuaba, 1998). Peningkatan hormone estrogen dan hCG.

2.4.2.1 Fisiopatologi [1]
Mual dan muntah selama kehamilan biasanya disebabkan oleh perubahan dalam system endokrin yang terjadi selama kehamilan, terutama disebabkan oleh fluktuasi kadar hCG, khususnya karena periode mual muntah gestasional yang paling umum adalah 12-16 minggu pertama kehamilan, yang pada saat itu hCG mencapai kadar tertingginya. Teori hCG tampak didukung oleh fakta bahwa molahidatidosa disertai oleh mual muntah berlebihan pada sekitar 26% kasus yang diduga disebabkan oleh peningkatan kadar serum β-hCG (Glick & Dick, 1999).
hCG tampak bertanggung jawab atas penurunan TSH dan peningkatan jumlah tiroksin bebas (T4) antara usia gestasi 10 dan 12 minggu. Banyak wanita yang mengalami HEG terbukti mengalami peningkatan fungsi tiroid, dengan sejumlah kecil mengalami tirotoksitosis gestsional, dengan serum melebihi 200 IU/ml (Hershman, 1999). Godwin et al (1992) turut mengaitkan peningkatan konsentrasi estradiol pada wanita yang mengalami HEG dengan efek hCG pada steroidogenesis.
Jordan et al (1999) menyatakan bahwa isoform tertentu yang bersifat asam pada hCG mungkin merupakan factor penentu dalam hiperemesis gravidarum dan tiroktoksikosis gestasional. Leylek et al (1999) menemukan adanya korelasi antara tingginya kadar hCG, hormone tiroid, dan imunologis pada wanita hamil.
Estrogen dan progesterone telah lama terlibat dalam etiologi mual dan muntah, meskipun teori ini tidak sepenuhnya sesuai dengan insidensi gejala di trimester 1 pada sebagian besar wanita, karena hormone ini terus meningkat setelah melewati 3 bulan pertama. Terdapat pula peningkatan insidensi mual dan muntah pada wanita yang telah mengalami beberapa kehamilan dengan riwayat HEG, karena kedua hormone estrogen dan progesterone memiliki kadar yang lebih tinggi.
Muntah diawali dengan stimulus pusat muntah di medulla, yang mengendalikan otot polos dalam dinding lambung dan otot skeletal di abdomen serta system pernapasan, dan zona pemicu kemoreseptor di dasar ventrikel keempat, di dekat nervus vagus.
2.4.2.2 Psikososial [1]
Masalah psikologis dapat mempredisposisikan beberapa wanita untuk mengalami mual muntah dalam kehamilan. Leeners et al (2000) menyatakan bahwa factor psikososial sangat terlibat dalam etiologi hiperemesis gravidarum dan tidak hanya mempengaruhi durasi dan keparahan gejala namun juga mempengaruhi resistensi, oleh karena itu mempengaruhi keberhasilan penatalaksanaan.
Hubungan yang buruk terhadap orang lain, beban pikiran yang berat, distress emosional, kurang pengetahuan, informasi dan komunikasi yang buruk turut mempengaruhi persepsi wanita tentang keparahan gejala. Hal tersebut sebagian menjelaskan mengapa wanita primigravida tampak lebih sering memerlukan hospitalisasi (Atanackovic, Wolpin& Koren, 2001), meskipun wanita dalam kehamilan berikutnya dapat disibukkan dengan anak lain dan tidak dapat mengelak sama sekali hospitalisasi.
2.4.3 Tanda dan Gejala [8]
Beberapa tanda dan gejala yang khas pada hiperemesis gravidarum adalah :
1)      Muntah hebat
2)      Nafsu makan buruk
3)      Asupan makanan buruk
4)      Penurunan berat badan ± 3 kg atau 5%BB
5)      Dehidrasi
6)      Ketidakseimbangan elektrolit
7)      Respons berlebihan terhadap masalah psikososial yang mendasar
8)      Muntah yang tak dapat diatasi denoan tindakan untuk mengatasi morning sickness
9)      Asidosis yang disebabkan kelaparan
10)  Alkalosis akibat hilangnya asam hidroklorida yang keluar bersama muntahan
11)  Hipokalemia
2.4.4 Klasifikasi [2,4,11]
Batas mual muntah berapa banyak yang disebut hiperemesis gravidarum tidak ada kesepahatan. Ada yang mengatakan, bisa lebih dari 10 kali muntah,  akan tetapi apabila keadaan umum ibu terpengaruh dianggap sebagai hiperemesis. Secara klinis, hiperemesis gravidarum dibedakan atas 3 tingkatan, yaitu:
Tingkat I = Ringan
Mual muntah terus menerus menyebabkan penderita lemah, tidak mau makan, berat badan turun dan rasa nyeri di epigastrium, nadi meningkat menjadi sekitar 100 kali permenit, te­kanan darah turun, turgor kulit kurang, lidah kering, dan mata cekung dan urin sedikit tapi masih normal. Muntah pertama keluar makanan, lender dan sedikit cairan empedu, dan yang terakhir keluar darah.
Tingkat II = Sedang
Mual dan muntah yang hebat menyebabkan keadaan umum penderita lebih pa­rah: lemah, apatis, turgor kulit mulai jelek, lidah kering dan kotor; nadi kecil dan cepat 100-140 kali, suhu badan naik/subfebril (dehidrasi), ikterus ringan, berat badan turun, mata cekung, tekanan darah sistolik kurang dari 80 mmHg, apatis, kulit pucat, haus hebat, hemokonsentrasi, oliguri, dan konstipasi. Dapat pula terjadi asetonuria atau bilirubin dalam urin, dan dari nafas keluar bau aseton.


Tingkat III = Berat
Keadaan umum jelek, kesadaran sangat menurun, somnolen sampai koma, muntah berhenti, nadi kecil, halus dan cepat, dehidrasi hebat, suhu badan naik dan tensi turun sekali, ikterus. Komplikasi yang dapat berakibat fatal terjadi pada susunan syaraf pusat (ensefalopati Wernicke) dengan adanya : nistagimus, diplopia, perubahan mental.
2.4.5 Penegakan Diagnosa [4]
Diagnosis gangguan ini tidak sukar,dapat diketahui dengan terdapatnya :
1.      Amenore disertai muntah hebat, pekerjaan sehari-hari terganggu.
2.      Fungsi vital : nadi meningkat 100x/menit, Tekanan darah menurun pada keadaan berat, subfebril, dan gangguan kesadaran (apatis-koma)
3.      Fisik : Dehidrasi, kulit pucat, ikterus, sianosis, berat badan menurun, pada vaginal toucher uterus besarnya sesuai usia kehamilan, konsistensi lunak, pada pemeriksaan inspekulo serviks berwarna biru.
4.      Pemeriksaan USG : untuk mengetahui adanya kehamilan kembar, molahidatidosa dan kondisi kesehatan janin.
5.      Laboratorium : kenaikan relative hemoglobin dan hematokrit, benda keton, dan proteinuria.
6.      Pada keluhan hiperemesis yang berat atau berulang pikirkan untuk konsultasi psikologi.
2.4.6 Penatalaksanaan [2,4,8,11]
1)      Pencegahan, dengan memberikan informasi dan edukasi tentang kehamil­an kepada ibu-ibu dengan maksud menghilangkan faktor psikis rasa takut. Juga tentang diit ibu hamil, makan jangan sekaligus banyak; tetapi dalam porsi sedikit-sedikit namun sering. Jangan tiba-tiba berdiri waktu bangun pagi, akan tetapi dianjurkan untuk makan roti kering atau biscuit dengan teh hangat  untuk menghindari  mual dan muntah. Defeksi hendaknya diusaha­kan teratur.
2)      Terapi obat, menggunakan (sedativa Luminal, Stesolid); vitamin B 1 dan Bb, anti-muntah (Mediamer B6, Drammamin, Avopreg, Avomin, Torecan); antasida dan anti mulas.
3)      Hiperemesis gravidarum tingkat II dan III harus dirawat inap di rumah sakit.
w  Kadang-kadang pada beberaPa wanita, hanya tidur di rumah sakit saja, telah banyak mengurangi mual muntahnya.
w  Isolasi. Jangan terlalu banyak tamu, kalau perlu hanya perawat dan dokter saja yang boleh masuk. Kadang kala hal ini saja, tanpa pengo­batan khusus telah mengurangi mual dan muntah.
4)      Terapi Psikologik, Berikan pengertian bahwa kehamilan adalah suatu hal yang wajar, normal, dan fisiologis, Jadi tidak perlu takut dan kha­watir. Cari dan coba hilangkan faktor psikologis seperti keadaan sosioekonomi dan Pekerjaan serta lingkungan.
5)      Diet, cirri khas diet hiperemesis adalah penekanan karbohidrat kompleks terutama di pagi hari, serta menghindari makanan yang berlemak, goreng-gorengan untuk menekan rasa mual muntah. (Dinar, 2008)
Diet HEG memiliki beberapa syarat yaitu, karbohidrat tinggi 75-80% dar kebutuhan energy total, lemak rendah < 10% dari kebutuhan energy total, protein sedang 10-15% dari kebutuhan energy total. Makanan diberikan dalam bentuk kering, pemberian cairan disesuaikan dengan keadaan pasien, yaitu7-10 gelas/hari.
Ada tiga macam diet pada hiperemesis gravidarum, yaitu:
a. Diet hiperemesis I diberikan pada HEG tingkat III. Makanan hanya berupa roti kering dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersama makanan tetapi 1-2 jam sesudahnya.
b. Diet hiperemesis II diberikan bila rasa mual dan muntah berkurang. Secara berangsur mulai diberikan bahan makanan bernilai gizi tinggi. Pemberian minuman tidak diberikan bersama makanan.
c. Diet hiperemesis III diberikan pada penderita hiperemesis ringan (tingkat I). menurut kesanggupan penderita minuman boleh diberikan bersama makanan.
6)      Cairan Parenteral atas instruksi dokter, penatalaksanaan awal yang perlu segera dilakukan adalah :
1.      Pasang infus untuk memberi larutan dekstrosa 10% atau 5% : RL yaitu 2:1, 40 tetes permenit. apabila wanita tersebut menderita diabetes; maka konsultasi dengan dokter diperlukan sebelum larutan diberikan). Dengan kecepatan aliran 200 ml per jam untuk liter yang pertama, larutan yang diberikan akan membantu mengganti cairan yang hilang.
2.      Mempuasakan wanita (NPO) atau meminimalkan asupan cairan per oral selama beberapa jam akan memberi waktu cukup bagi lambung untuk beristi­anat.
3.      Obat antiemetic yang sering digunakan adalah sebagai berikut[12,13]:
a.       metoklopramid (Piralen®, Emeran®, dll) 10 mg per oral 3 kali sehari, 5mg/ml inj.
b.      Domperidon (Domperidon®, dll) 10 mg/tab Dosis 3x/hari, mual akut 10-20mg setiap 4-8 jam.
c.       Ondansetron (Zofran®, Kliran®, dll) 4mg/2ml dosis 4mg secara IV lambat.
d.      Vitamin B1, B2, dan B6 masing-masing 50-100 mg/hari/infus
e.       prometazin (Avopreg®) 25 mg melalui intravena atau supositoria.
f.       klorpromazin (stemetil®) melalui supositoria 25­-50 mg setiap 6-8 jam atau melalui IM 25-50 mg setiap 3-4 jam.
g.      proklorperazin (Compazine®) 10 mg IM atau 2,5-10 mg IV setiap 3-4 jam atau 25 mg supositoria dua kali sehari.
h.      metilprednisolon 16 mg tiga kali sehari selama tiga hari kemudian dikurangi bertahap selama dua minggu (untuk hiperemesis yang membandel)
4.      Setelah beberapa jam, tawarkan minuman per oral sedikit demi sedikit. Apabila mual dan muntah muncul lagi, minta wanita tersebut puasa. Apabila wanita tersebut menoleransi cairan, tambahkan cairan sedikit demi sedikit.
5.      Lakukan pemeriksaan sampel urine untuk mendeteksi keton.
Pemeriksaan Laboratorium[8]
a)      Pemeriksaan keton di dalam urine
b)      Urinalisis
c)      BUN dan elektrolit
d)     Tes fungsi ginjal (singkirkan kemungkinan hepatitis, pankreatitis, dan koiestasis)
e)      TSH dan 14 (singkirkan kemungkinan penyakit gondok)
Begitu keton tidak ada lagi di dalam urine, kaji status maternal untuk rumatan.


3 komentar:

  1. materinya sangat membantu saya tp daftar pustakanya knpa tdk ada?

    BalasHapus
  2. Oh iya kebetulan dapfus nya sya pkai vancouver..
    bisa dilihat no d tiap akhir kalimat, ini sya ksih dafpus nya.. :)
    di urut dari no 1-14
    DAFTAR PUSTAKA

    1. Tiran, Denise. 2008. Mual dan Muntah Kehamilan Alih Bahasa: Devi Yulianti. Jakarta : EGC (hlm 2-3, 5-9, 15-17, 20-21, 35-36)
    2. Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Obstetric Fisiologi Dan Obstetri Patologi. Jakarta : EGC (hlm 195-197)
    3. Saifuddin, Abdul Bari dkk. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo (hlm 89, 93, 91-97 )
    4. Saifuddin, Abdul Bari dkk. 2008. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo (hlm 143-144, 281-284, 174, 814-818 )
    5. Bagian Obstetri dan Ginekologi FKUnpad. 1983. Obstetri Fisiologi. Bandung : Eleman (hlm 140-149, 162, 215)
    6. Maulana, Mirza. 2009. Tanya-Jawab lengkap dan Praktis seputar Reproduksi, Kehamilan, dan Merawat Anak. Jogjakarta : Tunas Publishing. (hlm 176-182)
    7. Klein, Susan dan Fiona Thomson. 2010. Panduan Lengkap Kebidanan. Yogyakarta : Palmall (hlm 104-105)
    8. Varney, Helen dkk. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Volume 1 Edisi 4. Jakarta : EGC (hlm 608-609)
    9. Kriebs, Jan M dkk. 2010. Buku Saku Asuhan Kebidanan Varney Edisi 2. Jakarta : EGC (hlm 256-260)
    10. Bagian Obstetri dan Ginekologi FKUnpad. 1984. Obstetri Patologi. Bandung : Elstar Offset (hlm 84-89)
    11. Rukiyah, Ai Yeyeh dan Lia Yulianti. 2010. Asuhan Kebidanan 4 (Patologi). Jakarta : C.V Trans Info Media (hlm 118-129)
    12. Jordan, sue. 2004. Farmakologi Kebidanan. Jakarta : EGC (hlm 120-142)
    13. IAI. 2010. ISO Indonesia Edisi 45 2010-2011. Jakarta : PT. ISPI Penerbitan (hlm 460-472)
    14. Manuaba, dkk. 2008. Gawat Darurat Obstetri Ginekologi & Obstetri Ginekologi social untuk Profesi Bidan. Jakarta : EGC (hlm 57)
    Wildan, moh dkk. 2008. Dokumentasi Kebidanan. Jakarta : Salemba

    BalasHapus
  3. terimakasih banyak ^_^

    BalasHapus