2.4.1 Definisi
Hiperemesis
gravidarum adalah mual dan muntah yang berlebihan pada wanita hamil sampai
mengganggu pekerjaan sehari-hari karena keadaan umumnya menjadi buruk, karena
terjadi dehidrasi. [2]
Hiperemesis
gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan selama masa hamil. Muntah yann
membahayakan ini dibedakan dari morning sickness normal yang umum dialami
wanita hamil karena intensitasnya melebihi muntah normal dan berlangsung selama
trimester pertama kehamilan. Sehubungan dengan adanya ketonemia, penurunan berat
badan, dan dehidrasi, hiperemesis gravidarum dapat terjadi di setiap trimester,
biasanya diawali pada trimester pertama dan menetap selama kehamilan dengan
tingkat keparahan bervariasi. [8]
Mual
dan muntah berlebihan selama kehamilan dengan intensitas lebih sering dan
durasi lebih lama daripada mual dan muntah yang biasa dialami pada trimester
pertama. Terkait dengan ketonemia, penurunan berat badan, dehidrasi dan
abnormalitas kimia darah. [9]
Jika
seorang ibu hamil memuntahkan segala apa yang dimakan dan diminum sehingga
berat badan sangat turun, turgor kulit kurang, diurese kurang dan timbul aceton
dalam air kencing, maka keadaan ini disebut hyperemesis gravidarum dan
memerlukan perawatan hospitalisasi. [10]
Wiknjosastro
(2005) mengatakan bahwa Hiperemesis gravidarum adalah mual muntah yang
berlebihan pada ibu hamil, seorang ibu menderita hiperemesis gravidarum jika ia
memuntahkan segala yang dimakan dan diminumnya hingga berat badan ibu sangat
turun, turgor kulit kurang, diurese kurang dan timbul aceton dalam air kencing.
[11]
Jadi
dapat disimpulkan bahwa hiperemesis gravidarum adalah mual muntah berlebihan
yang terjadi pada ibu hamil dimana ia memuntahkan segala yang dimakan ataupun
diminumnya sehingga menyebabkan, penurunan berat badan, dehidrasi, dan
asetonuria.
2.4.2 Etiologi
Penyebab hiperemesis
gravidarum belum diketahui secara pasti. Belum ada bukti bahwa penyakit ini
disebabkan oleh factor toksik. Akan tetapi diperkirakan erat kaitannya dengan
endokrin, biokimiawi dan psikologis. [4,11]
Factor predisposisi
yang telah dikemukakan adalah sebagai berikut:
1. Frekuensi yang tinggi pada primigravida, mola
hidatidosa, dan kehamilan ganda menimbulkan dugaan bahwa factor hormone
memegang peranan karena pada keadaan tersebut hormone hCG dibentuk berlebihan. (Wiknjosastro,
2005)
2. Masuknya vili korialis dalam sirkulasi maternal dan
perubahan metabolic akibat hamil serta resistensi yang menurun dari pihak ibu
terhadap perubahan merupakan factor organic. (Wiknjosastro, 2005)
3. Alergi sebagai salah satu respon dari jaringan ibu
terhadap anak. (Wiknjosastro, 2005)
4. Factor psikologik memegang peranan yang penting pada
penyakit ini karena konflik mental yang terjadi dapat memperberat mual dan
muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil atau
sebagai pelarian kesukaran hidup. (Wiknjosastro, 2005)
5. Faktor adaptasi hormonal, wanita primigravida dan
overdistensi rahim pada hamil ganda dan molahidatidosa, jumlah hormone yang
dikeluarkan terlalu tinggi (Manuaba, 1998). Peningkatan hormone estrogen dan
hCG.
2.4.2.1
Fisiopatologi [1]
Mual dan muntah selama
kehamilan biasanya disebabkan oleh perubahan dalam system endokrin yang terjadi
selama kehamilan, terutama disebabkan oleh fluktuasi kadar hCG, khususnya karena
periode mual muntah gestasional yang paling umum adalah 12-16 minggu pertama
kehamilan, yang pada saat itu hCG mencapai kadar tertingginya. Teori hCG tampak
didukung oleh fakta bahwa molahidatidosa disertai oleh mual muntah berlebihan
pada sekitar 26% kasus yang diduga disebabkan oleh peningkatan kadar serum
β-hCG (Glick & Dick, 1999).
hCG tampak bertanggung
jawab atas penurunan TSH dan peningkatan jumlah tiroksin bebas (T4) antara usia
gestasi 10 dan 12 minggu. Banyak wanita yang mengalami HEG terbukti mengalami
peningkatan fungsi tiroid, dengan sejumlah kecil mengalami tirotoksitosis
gestsional, dengan serum melebihi 200 IU/ml (Hershman, 1999). Godwin et al
(1992) turut mengaitkan peningkatan konsentrasi estradiol pada wanita yang
mengalami HEG dengan efek hCG pada steroidogenesis.
Jordan et al (1999)
menyatakan bahwa isoform tertentu yang bersifat asam pada hCG mungkin merupakan
factor penentu dalam hiperemesis gravidarum dan tiroktoksikosis gestasional.
Leylek et al (1999) menemukan adanya korelasi antara tingginya kadar hCG,
hormone tiroid, dan imunologis pada wanita hamil.
Estrogen dan
progesterone telah lama terlibat dalam etiologi mual dan muntah, meskipun teori
ini tidak sepenuhnya sesuai dengan insidensi gejala di trimester 1 pada
sebagian besar wanita, karena hormone ini terus meningkat setelah melewati 3
bulan pertama. Terdapat pula peningkatan insidensi mual dan muntah pada wanita
yang telah mengalami beberapa kehamilan dengan riwayat HEG, karena kedua
hormone estrogen dan progesterone memiliki kadar yang lebih tinggi.
Muntah diawali dengan
stimulus pusat muntah di medulla, yang mengendalikan otot polos dalam dinding
lambung dan otot skeletal di abdomen serta system pernapasan, dan zona pemicu
kemoreseptor di dasar ventrikel keempat, di dekat nervus vagus.
2.4.2.2
Psikososial [1]
Masalah psikologis
dapat mempredisposisikan beberapa wanita untuk mengalami mual muntah dalam
kehamilan. Leeners et al (2000) menyatakan bahwa factor psikososial sangat
terlibat dalam etiologi hiperemesis gravidarum dan tidak hanya mempengaruhi
durasi dan keparahan gejala namun juga mempengaruhi resistensi, oleh karena itu
mempengaruhi keberhasilan penatalaksanaan.
Hubungan yang buruk
terhadap orang lain, beban pikiran yang berat, distress emosional, kurang pengetahuan,
informasi dan komunikasi yang buruk turut mempengaruhi persepsi wanita tentang
keparahan gejala. Hal tersebut sebagian menjelaskan mengapa wanita primigravida
tampak lebih sering memerlukan hospitalisasi (Atanackovic, Wolpin& Koren,
2001), meskipun wanita dalam kehamilan berikutnya dapat disibukkan dengan anak
lain dan tidak dapat mengelak sama sekali hospitalisasi.
2.4.3 Tanda dan
Gejala [8]
Beberapa tanda dan
gejala yang khas pada hiperemesis gravidarum adalah :
1)
Muntah hebat
2)
Nafsu makan buruk
3)
Asupan makanan
buruk
4)
Penurunan berat
badan ± 3 kg atau 5%BB
5)
Dehidrasi
6)
Ketidakseimbangan
elektrolit
7)
Respons
berlebihan terhadap masalah psikososial yang mendasar
8)
Muntah yang tak
dapat diatasi denoan tindakan untuk mengatasi morning sickness
9)
Asidosis yang
disebabkan kelaparan
10) Alkalosis akibat hilangnya asam hidroklorida yang
keluar bersama muntahan
11) Hipokalemia
2.4.4 Klasifikasi [2,4,11]
Batas mual muntah
berapa banyak yang disebut hiperemesis gravidarum tidak ada kesepahatan. Ada
yang mengatakan, bisa lebih dari 10 kali muntah, akan tetapi apabila keadaan umum ibu
terpengaruh dianggap sebagai hiperemesis. Secara klinis, hiperemesis gravidarum
dibedakan atas 3 tingkatan, yaitu:
Tingkat I = Ringan
Mual muntah terus
menerus menyebabkan penderita lemah, tidak mau makan, berat badan turun dan
rasa nyeri di epigastrium, nadi meningkat menjadi sekitar 100 kali permenit, tekanan
darah turun, turgor kulit kurang, lidah kering, dan mata cekung dan urin
sedikit tapi masih normal. Muntah pertama keluar makanan, lender dan sedikit
cairan empedu, dan yang terakhir keluar darah.
Tingkat II = Sedang
Mual dan muntah yang
hebat menyebabkan keadaan umum penderita lebih parah: lemah, apatis, turgor
kulit mulai jelek, lidah kering dan kotor; nadi kecil dan cepat 100-140 kali,
suhu badan naik/subfebril (dehidrasi), ikterus ringan, berat badan turun, mata
cekung, tekanan darah sistolik kurang dari 80 mmHg, apatis, kulit pucat, haus
hebat, hemokonsentrasi, oliguri, dan konstipasi. Dapat pula terjadi asetonuria
atau bilirubin dalam urin, dan dari nafas keluar bau aseton.
Tingkat III = Berat
Keadaan umum jelek,
kesadaran sangat menurun, somnolen sampai koma, muntah berhenti, nadi kecil,
halus dan cepat, dehidrasi hebat, suhu badan naik dan tensi turun sekali,
ikterus. Komplikasi yang dapat berakibat fatal terjadi pada susunan syaraf
pusat (ensefalopati Wernicke) dengan adanya : nistagimus, diplopia, perubahan
mental.
2.4.5 Penegakan Diagnosa [4]
Diagnosis gangguan ini
tidak sukar,dapat diketahui dengan terdapatnya :
1.
Amenore disertai
muntah hebat, pekerjaan sehari-hari terganggu.
2.
Fungsi vital :
nadi meningkat 100x/menit, Tekanan darah menurun pada keadaan berat, subfebril,
dan gangguan kesadaran (apatis-koma)
3.
Fisik :
Dehidrasi, kulit pucat, ikterus, sianosis, berat badan menurun, pada vaginal
toucher uterus besarnya sesuai usia kehamilan, konsistensi lunak, pada
pemeriksaan inspekulo serviks berwarna biru.
4.
Pemeriksaan USG
: untuk mengetahui adanya kehamilan kembar, molahidatidosa dan kondisi
kesehatan janin.
5.
Laboratorium :
kenaikan relative hemoglobin dan hematokrit, benda keton, dan proteinuria.
6.
Pada keluhan
hiperemesis yang berat atau berulang pikirkan untuk konsultasi psikologi.
2.4.6 Penatalaksanaan [2,4,8,11]
1)
Pencegahan,
dengan memberikan informasi dan edukasi tentang kehamilan kepada ibu-ibu
dengan maksud menghilangkan faktor psikis rasa takut. Juga tentang diit ibu
hamil, makan jangan sekaligus banyak; tetapi dalam porsi sedikit-sedikit namun
sering. Jangan tiba-tiba berdiri waktu bangun pagi, akan tetapi dianjurkan
untuk makan roti kering atau biscuit dengan teh hangat untuk menghindari mual dan muntah. Defeksi hendaknya diusahakan
teratur.
2)
Terapi obat,
menggunakan (sedativa Luminal, Stesolid); vitamin B 1 dan Bb, anti-muntah (Mediamer
B6, Drammamin, Avopreg, Avomin, Torecan); antasida dan anti mulas.
3)
Hiperemesis
gravidarum tingkat II dan III harus dirawat inap di rumah sakit.
w Kadang-kadang pada beberaPa wanita, hanya tidur di
rumah sakit saja, telah banyak mengurangi mual muntahnya.
w Isolasi. Jangan terlalu banyak tamu, kalau perlu
hanya perawat dan dokter saja yang boleh masuk. Kadang kala hal ini saja, tanpa
pengobatan khusus telah mengurangi mual dan muntah.
4)
Terapi
Psikologik, Berikan pengertian bahwa kehamilan adalah suatu hal yang wajar,
normal, dan fisiologis, Jadi tidak perlu takut dan khawatir. Cari dan coba
hilangkan faktor psikologis seperti keadaan sosioekonomi dan Pekerjaan serta
lingkungan.
5)
Diet, cirri khas
diet hiperemesis adalah penekanan karbohidrat kompleks terutama di pagi hari,
serta menghindari makanan yang berlemak, goreng-gorengan untuk menekan rasa
mual muntah. (Dinar, 2008)
Diet HEG
memiliki beberapa syarat yaitu, karbohidrat tinggi 75-80% dar kebutuhan energy
total, lemak rendah < 10% dari kebutuhan energy total, protein sedang 10-15%
dari kebutuhan energy total. Makanan diberikan dalam bentuk kering, pemberian
cairan disesuaikan dengan keadaan pasien, yaitu7-10 gelas/hari.
Ada tiga macam
diet pada hiperemesis gravidarum, yaitu:
a. Diet hiperemesis I diberikan pada HEG tingkat
III. Makanan hanya berupa roti kering dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan
bersama makanan tetapi 1-2 jam sesudahnya.
b. Diet hiperemesis II diberikan bila rasa mual dan
muntah berkurang. Secara berangsur mulai diberikan bahan makanan bernilai gizi
tinggi. Pemberian minuman tidak diberikan bersama makanan.
c. Diet hiperemesis III diberikan pada penderita
hiperemesis ringan (tingkat I). menurut kesanggupan penderita minuman boleh
diberikan bersama makanan.
6)
Cairan
Parenteral atas instruksi dokter, penatalaksanaan awal yang perlu segera
dilakukan adalah :
1.
Pasang infus
untuk memberi larutan dekstrosa 10% atau 5% : RL yaitu 2:1, 40 tetes permenit.
apabila wanita tersebut menderita diabetes; maka konsultasi dengan dokter
diperlukan sebelum larutan diberikan). Dengan kecepatan aliran 200 ml per jam untuk
liter yang pertama, larutan yang diberikan akan membantu mengganti cairan yang
hilang.
2.
Mempuasakan
wanita (NPO) atau meminimalkan asupan cairan per oral selama beberapa jam akan memberi
waktu cukup bagi lambung untuk beristianat.
3.
Obat antiemetic yang
sering digunakan adalah sebagai berikut[12,13]:
a.
metoklopramid (Piralen®,
Emeran®, dll) 10 mg per oral 3 kali sehari, 5mg/ml inj.
b.
Domperidon
(Domperidon®, dll) 10 mg/tab Dosis 3x/hari, mual akut 10-20mg setiap
4-8 jam.
c.
Ondansetron
(Zofran®, Kliran®, dll) 4mg/2ml dosis 4mg secara IV
lambat.
d.
Vitamin B1,
B2, dan B6 masing-masing 50-100 mg/hari/infus
e.
prometazin (Avopreg®)
25 mg melalui intravena atau supositoria.
f.
klorpromazin (stemetil®)
melalui supositoria 25-50 mg setiap 6-8 jam atau melalui IM 25-50 mg setiap
3-4 jam.
g.
proklorperazin
(Compazine®) 10 mg IM atau 2,5-10 mg IV setiap 3-4 jam atau 25 mg
supositoria dua kali sehari.
h.
metilprednisolon
16 mg tiga kali sehari selama tiga hari kemudian dikurangi bertahap selama dua
minggu (untuk hiperemesis yang membandel)
4.
Setelah beberapa
jam, tawarkan minuman per oral sedikit demi sedikit. Apabila mual dan muntah
muncul lagi, minta wanita tersebut puasa. Apabila wanita tersebut menoleransi
cairan, tambahkan cairan sedikit demi sedikit.
5.
Lakukan
pemeriksaan sampel urine untuk mendeteksi keton.
Pemeriksaan Laboratorium[8]
a)
Pemeriksaan
keton di dalam urine
b)
Urinalisis
c)
BUN dan
elektrolit
d)
Tes fungsi
ginjal (singkirkan kemungkinan hepatitis, pankreatitis, dan koiestasis)
e)
TSH dan 14
(singkirkan kemungkinan penyakit gondok)
Begitu keton tidak ada lagi di dalam urine, kaji
status maternal untuk rumatan.
materinya sangat membantu saya tp daftar pustakanya knpa tdk ada?
BalasHapusOh iya kebetulan dapfus nya sya pkai vancouver..
BalasHapusbisa dilihat no d tiap akhir kalimat, ini sya ksih dafpus nya.. :)
di urut dari no 1-14
DAFTAR PUSTAKA
1. Tiran, Denise. 2008. Mual dan Muntah Kehamilan Alih Bahasa: Devi Yulianti. Jakarta : EGC (hlm 2-3, 5-9, 15-17, 20-21, 35-36)
2. Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Obstetric Fisiologi Dan Obstetri Patologi. Jakarta : EGC (hlm 195-197)
3. Saifuddin, Abdul Bari dkk. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo (hlm 89, 93, 91-97 )
4. Saifuddin, Abdul Bari dkk. 2008. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo (hlm 143-144, 281-284, 174, 814-818 )
5. Bagian Obstetri dan Ginekologi FKUnpad. 1983. Obstetri Fisiologi. Bandung : Eleman (hlm 140-149, 162, 215)
6. Maulana, Mirza. 2009. Tanya-Jawab lengkap dan Praktis seputar Reproduksi, Kehamilan, dan Merawat Anak. Jogjakarta : Tunas Publishing. (hlm 176-182)
7. Klein, Susan dan Fiona Thomson. 2010. Panduan Lengkap Kebidanan. Yogyakarta : Palmall (hlm 104-105)
8. Varney, Helen dkk. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Volume 1 Edisi 4. Jakarta : EGC (hlm 608-609)
9. Kriebs, Jan M dkk. 2010. Buku Saku Asuhan Kebidanan Varney Edisi 2. Jakarta : EGC (hlm 256-260)
10. Bagian Obstetri dan Ginekologi FKUnpad. 1984. Obstetri Patologi. Bandung : Elstar Offset (hlm 84-89)
11. Rukiyah, Ai Yeyeh dan Lia Yulianti. 2010. Asuhan Kebidanan 4 (Patologi). Jakarta : C.V Trans Info Media (hlm 118-129)
12. Jordan, sue. 2004. Farmakologi Kebidanan. Jakarta : EGC (hlm 120-142)
13. IAI. 2010. ISO Indonesia Edisi 45 2010-2011. Jakarta : PT. ISPI Penerbitan (hlm 460-472)
14. Manuaba, dkk. 2008. Gawat Darurat Obstetri Ginekologi & Obstetri Ginekologi social untuk Profesi Bidan. Jakarta : EGC (hlm 57)
Wildan, moh dkk. 2008. Dokumentasi Kebidanan. Jakarta : Salemba
terimakasih banyak ^_^
BalasHapus