2.1
Definisi
Persalinan preterm adalah persalinan
yang berlangsung pada umur kehamilan 20 – 37 minggu dihitung dari hari pertama
haid terakhir. (4)
Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI di
Semarang tahun 2005 menetapkan bahwa persalinan preterm adalah persalinan yang
terjadi pada usia kehamilan 22 – 37 minggu(4)
Persalinan preterm adalah persalinan
yang terjadi dibawah umur kehamilan 37 minggu dengan perkiraan berat badan
janin kurang dari 2500 gram. (5)
2.2
Etiologi dan Faktor Risiko(4)
Persalinan
prematur merupakan kelainan proses yang multifaktorial. Kombinasi keadaan
kondisi obstetri, sosiodemografi, dan faktor medik mempunyai pengaruh terhadap
terjadinya persalinan prematur. Kadang hanya resiko tunggal dijumpai seperti
distensi berlebih uterus, ketuban pecah dini atau trauma. Banyak kasus
persalinan prematur sebagai akibat proses patogenik yang merupakan mediator
biokimia yang mempunyai dampak terjadinya kontraksi rahim dan perubahan
serviks, yaitu:
1. Aktifasi
aksis kelenjar hipotalamus – hipofisis – adrenal baik pada ibu atau janin
akibat stres pada ibu atau janin
2. Inflamasi
desidua sampai chorioamnion atau sistemik akibat infeksi asenden dari trakus
genitourinaria/infeksi sistemik
3. Perdarahan
desidua
4. Peregangan
uterus patologik
5. Kelainan
pada uterus atau serviks
Dengan
demikian, untuk memprediksi kemungkinan terjadinya persalinan prematur harus
dicermati beberapa kondisi yang menimbulkan kontraksi, menyebabkan persalinan
prematur atau seorang dokter terpaksa mengakhiri kehamilan pada saat kehamilan
belum genap bulan.
Kondisi
selama kehamilan yang beresiko terjadinya persalinan preterm adalah:
2.2.1
Janin
dan plasenta
1. Perdarahan
trimester awal
2. Perdarahan
antepartum
a. Solusio
Plasenta.
Terlepasnya
plasenta akan merangsang untuk terjadi persalinan prematur. Meskipun sebagian
besar terjadi pada matur. Pada pasien dengan riwayat solusio plasenta maka
kemungkinan terulang menjadi lebih besar.
b. Plasenta
Previa.
Sering
kali berhubungan dengan persalinan prematur akibat harus dilakukan tindakan
pada perdarahan yang banyak. Bila terjadi perdarahan banyak maka kemungkinan
kondisi janin kurang baik karena hipoksia.
3. Ketuban
Pecah Dini (KPD)
Mungkin mengawali
terjadinya kontraksi atau sebaliknya. Ada beberapa kondisi yang mungkin
menyertai seperti serviks inkompeten, hidramnion, kehamilan ganda, infeksi
vagina dan serviks dan lain-lain. Infeksi asenden merupakan teori yang cukup
kuat dalam mendukung terjadinya amnionitis dan kemungkinan ketuban pecah.
4. Pertumbuhan
janin terhambat
Merupakan kondisi dimana salah satu
sebabnya ialah pemasukan oksigen dan makanan mungkin kurang adekuat dan hal ini
mendorong untuk terminasi kehamilan lebih dini.
5. Cacat
bawaan janin
6. Kehamilan
ganda/gemeli
Sebanyak 10% pasien
dengan partus preterm ialah kehamilan ganda dan secara umum kehamilan ganda
mempunyai masa gestasi yang lebih pendek.
7. Polihidramnion
2.2.2
Ibu
1. Penyakit
berat pada ibu
Tekanan darah tinggi menyebabkan
penolong cenderung untuk mengakhiri kehamilan, hal ini menimbulkan prevalensi
persalinan prematur meningkat.
2. Diabetes
mellitus
Pada kehamilan dengan diabetes yang
tidak terkendali maka dapat dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Tapi
saat ini dengan pemberian insulin dan diet yang terprogram, umunya gula darah
dapat dikendalikan.
3. Preeklamsi/hipertensi
4. Infeksi
saluran kemih/genital/intauterin
5. Penyakit
infeksi dengan demam
6. Stress
psikologik
7. Kelainan
bentuk uterus
Meskipun jarang terjadi
tetapi dapat dipertimbangkan hubungan kejadian partus preterm dengan
kelainan uterus yang ada.
8. Kelainan
bentuk serviks
Hal ini mungkin menjadi
penyebab abortus selain partus preterm. Riwayat tindakan serviks dapat
dihubungkan dengan terjadinya inkompeten. Chamberlain dan Gibbings menemukan
60% dari pasien serviks inkompeten pernah mengalami abortus spontan dan 49%
mengalami pengakhiran kehamilan pervaginam.
9. Riwayat
persalinan preterm/abortus berulang
10. Inkompetensi
serviks (panjang serviks kurang dari 1 cm)
11. Pemakaian
obat narkotik
12. Trauma
13. Perokok
berat
14. Kelainan
imunologi/kelainan resus
2.2.3
Sosial Budaya (Demografi) (10)
1.
Perokok atau
penyalahgunaan obat (alcohol, kokain)
2.
Kemiskinan
3.
Pendek kurus
4.
Umur<18 tahun
atau > 40 tahun
5.
Keturunan(orang
tua yang juga melahirkan premature)
6.
Ras berkulit
hitam.
2.2.4Faktor yang
mempengaruhi lamanya kehamilan:
1.
Susunan syaraf otonom:
Penerimaan rangsang dari korpus uteri terhadap wanita berbeda-beda
2.
Perangsangan mekanik: Makin
besar uterus diregang, makin banyak kesempatan uterus untuk berkontraksi
3.
Derajat dimana korpus
uteri menjadi kurang sensitif terhadap rangsangan sewaktu hamil
§ Derajat
perkembangan dan pertumbuhan uterus
§ Derajat
dari hormonal block (progesteron, kerjanya dengan memblokir perjalanan rangsang
dari otot-otot uterus)
4.
Faktor Serviks: Inkompeten
serviks, laserasi serviks, stenosis serviks, jaringan parut serviks.
2.3 Patofisiologi
Persalinan prematur dapat diperkirakan dengan
mencari faktor resiko mayor atau minor. Faktor resiko minor ialah penyakit yang
disertai demam, perdarahan pervaginam pada kehamilan lebih dari 12 minggu,
riwayat pielonefritis, merokok lebih dari 10 batang perhari, riwayat abortus
pada trimester II, riwayat abortus pada trimester I lebih dai 3 kali. (6)
Faktor resiko mayor adalah kehamilan multiple,
hidramnion, anomali uterus, serviks terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32
minggu, serviks mendatar atau memendek kurang dari 1 cm pada kehamilan 32
minggu, riwayat abortus pada trimester II lebih dari 1 kali, riwayat persalinan
prematur sebelumnya, operasi abdominal
pada kehamilan prematur, riwayat operasi konisasi, dan iritabilitas uterus.(6)
Pasien tergolong resiko tinggi bila dijumpai 1
atau lebih faktor resiko mayor atau bila ada 2 atau lebih resiko minor atau
bila ditemukan keduanya. (7)
2.4Diagnosis(4)
1. Kontraksi
yang berulang sedikitnya setiap 7-8 menit sekali, atau 2-3 kali dalam waktu 10
menit
2.
Adanya nyeri pada
punggung bawah (low back pain)
3. Perdarahan
bercak
4. Perasaan
menekan daerah serviks
5. Pemeriksaan
serviks menunjukkan telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm, dan penapisan 50 –
80%
6. Presentasi
janin rendah, sampai mencapai spina isiadika
7. Selaput
ketuban pecah dapat merupakan tanda awal terjadinya persalinan preterm
8. Terjadi
pada usia kehamilan 22 – 37 minggu
2.5Pemeriksaan
Penunjang(8)
1. Pemeriksaan
darah lengkap dan hitung jenis.
2. Urinalisis.
3. Ultrasonografi
untuk melihat taksiran berat janin, posisi janin dan letak plasenta.
4. Amniosentesis
untuk melihat kematangan beberapa organ janin, seperti rasio lasitin, spingo
myelin, surfaktan, dll.
2.6Pencegahan(4)
Beberapa langkah yang
dapat dilakukan untuk mencegah persalinan preterm antara lain sebagai berikut :
§ Hindari kehamilan pada ibu
terlalu muda (kurang dari 17 tahun)
§ Hindari
jarak kehamilan terlalu dekat
§ Menggunakan
kesempatan periksa hamil dan memperoleh
pelayanan antenatal yang baik
§ Anjuran
tidak merokok ataupun mengkonnsumsi obat terlarang
§ Hindari
kerja berat dan perlu cukup istirahat
§ Obati
penyakit yang dapat menyebabkab persalinan preterm
§ Kenali
dan obati infeksi genital atau saluran kencing
§ Deteksi
dan pengamanan faktor resiko terhadap persalinan preterm
2.7
Pengelolaan(4)
Menjadi
pemikiran pertama pada penatalaksanaan persalinan preterm adalah: apakah ini memang
persalinan preterm. Selanjutnya mencari penyebab dan nilai kesejahteraan janin
yang dapat dilakukan secara klinis, laboratotis, ataupun ultrasonografi
meliputi pertumbuhan atau berat janin, jumlah dan keadaan cairan amnion,
presentasi dan atau kelainan kongenital. Bila proses persalinan kurang bulan
masih tetap berlangsung atau mengancam, meski telah dilakukan segala upaya
pencegahan, maka perlu dipertimbangkan:
§ Seberapa
bessar kemampuan klinik
§ Bagaimana
persalinan sebaiknya berakhir, pervaginam atau bedah saesar
§ Komplikasi
apa yang akan timbul bagaimana pendapat pasien dan keluarga mengenai
konsekuensi perawatan bayi preterm dan kemungkinan hidup atau cacad
§ Seberapa
besar dana yang diperlukan untuk merawat bayi preterm, dengan rencana perawatan intensif neonatus.
2.7.1 Manajemen persalinan
preterm bergantung pada beberapa faktor (4)
§ Keadaan selaput ketuban. Pada
umumnya persalinan tidak dihambat bila mana selaput ketuban sudah pecah
§ Pembukaan
serviks. Persalinan akan sulit dicegah bila pembukaan mencapai 4 cm
§ Umur
kehamilan. Makin muda usia kehamilan, upaya mencegah perslalinan makin perlu
dilakukan . persalinan dapat dipertimbangkan berlangsung bila TBJ > 2000 gr
atau usia kehamilan > 34 minggu
§ Penyebab
atau komplikasi persalinan preterm
§ Kemampuan
neonatal intensive care facilities
Meski
beberapa mnacam obat telah dipakai untuk mengham,bat persalinan, tidak ada yang
benar-benar efektif. Namun, pemberian tokolisis masih perlu diopertimbangkan
bila dijumpai kontraksi uterus yang regular dengan perubahan serviks. Alasan
pemberian tokolisis pada persalinan preterm adalah :
§ Mencegah
mortalitas dan morbilitas pada bayi prematur
§ Memberi
kesempatan bagi terapi kortiko steroid untuk menstimulir survaktan paru janin
§ Memberi
kesempatan transper intra unterin pada pasilitas yang lebih lengkap
§ Optimalisasi
personel
Untuk menghambat proses persalinan preterm selain tokolisis,
perlu membatasi aktifitas atau tirah baring.
Persiapan persalinan
preterm perlu pertimbangan berdasar :
§ Usia
gestasi usia 34 minggu atau lebih : dapat melahirkan ditingkat dasar/ primer ,
memngingat proignosis relatif baik
§ Usia
gestasi kurang dari 34 minggu : harus dirujuk ke rumah sakit dengan pasilitas
perawatan neonatus yang memadai.
2.7.2 Cara persalinan(4)
Masih sering muncul
kontroversi dalam cara persalinan kurang bulan seperti : apakah sebaiknya
persalinan berlangsung pervaginam atau seksio sesarea terutama pada berat janin
yang sangat rendah dan preterm sungsang, pemakaian forseps untuk melindungi
kepala janin, dan apakah ada manfaatnya dilakukan episiotomi profilaksis yang
luas untuk mengurangi trauma kepala.
Bila janin presentasi
kepala, maka diperbolehkan partus pervaginam. Seksio sesaria tidak memberikan
prognosis yang lebih baik bagi bayi, bahkan merugikan ibu. Prematuritas
janganlah dipakai sebagai indikasi untuk melakukan seksio sesarea. Oleh karena
itu, seksio sesarea hanya dilakukan atas indikasi obstetrik.
Pada kehamilan letak sungsang
30-34minggu, seksio sesarea dapat dipertimbangkan. Setelah kehamilan lebih dari
34 minggu, persalinan dibiarkan terjadi karena morbilitas dianggap sama dengan
kehamilan aterm.
2.7.3 Perawatan neonatus(4)
Untuk perawatan bayi
preterm baru lahir perlu diperhatikan keadaan umum, biometri, kemampuan
bernafas, kelainan fisik, dan kemampuan minum.
Keadaan kritis bayi
prematur yang harus dihindari adalah kedinginan, pernafasan yang tidak adekuat,
atau trauma. Suasana hangat diperlukan untuk mencegah hipotermia pada
neonatus(suhu badan di bawah 36,5 C), bila mungkin bayi sebaiknya dirawat cara
KANGURU untuk menghindarkan hipotermia. Kemudian dibuat perencanaan pengobatan
dan asupan cairan.
ASI diberikan lebih
sering, tetapi bila tidak mungkin, diberikan dengan sonde atau dipasang infus.
Semua bayi baru lahir harus mendapat nutrisi sesuai dengan kemampuan dan
kondisi bayi.
Sebaiknya persalinan bayi terlalu muda
atau terlalu kecil berlangsunng pada fasillitas yang memadai, seperti pelayanan
perinatal dengan personel dan fasilitas yang adekuat termasuk perawatan
perinatal intensif.
2.8 Penatalaksanaan (8)
Setiap
persalinan preterm harus dirujuk ke rumah sakit. Cari apakah faktor penyulit
ada. Dinilai apakah termasuk risiko tinggi atau rendah.
1. Sebelum
dirujuk, berikan air minum 1.000 ml dalam waktu 30 menit dan nilai apakah
kontraksi berhenti atau tidak.
2. Bila
kontraksi masih berlanjut, berikan obat takolitik seperti Fenoterol 5 mg
peroral dosis tunggal sebagai pilihan pertama atau Ritodrin mg peroral dosis
tinggi sebagai pilihan kedua, atau Ibuprofen 400 mg peroral dosis tungga
sebagai pilihan ketiga.
3. Bila
pasien menolak dirujuk, pasien harus istirahat baring dan bayak minum, tidak
diperbolehkan bersenggama. Pasien diberi takolitik seperti Fenoterol 5 mg
peroral 6 jam atau Ritodrin 10 mg peroral tiap 4 jam atau Ibuprofen 400 mg
peroral tiap 8 jam sampai 2 hari bebas kontraksi.
4. Persalinan
tidak boleh ditunda bila ada kontraindikasi mutlak (gawat janin,
karioamnionitis, perdarahan antepartum yang banyak) dan kontraindikasi relative
(gestosis, DM, pertumbuhan janin terhambat dan pembukaan serviks 4 cm).
Dirumah
sakit dilakukan:(8)
1. Observasi
pasien selama 30 – 60 menit. Penatalaksanaannya tegantung kontraksi uterus
serta dilatasi dan pembukaan serviks.
a. Hidrasi
dan sedasi, yaitu hidrasi dengan NaCl 0,9%, dekstrosa 5% atau ringer laktat,
dekstrosa 5% sebanyak 1:1 dan sedasi dengan morfin sulfat 6 – 12 mg Im selama 1
jam sambil mengobservasi ibu dan janin.
b. Pasien
kemudian dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu
-
Kelompok I : Pembukaan serviks terus
berlangsung maka diberikan takolisis.
-
Kelompok II : Tidak ada perubahan pembukaan dan kontraksi uterus masih terjadi
maka diberikan takolisis.
-
Kelompok III : Tidak ada perubahan pembukaan dan kontraksi uterus berkurang maka
pasien hanya diobservasi.
2. Berikan
takolisis bila janin dalam keadaan baik. Kehamilan 20 – 37 minggu, pembukaan
serviks kurang dari 4 cm dan selaput ketuban masih ada.
Lakukan
persalinan pervaginam bila janin presentasi kepala atau lakukan episiotomi
lebar dan ada perlindungan forseps terutama pada kehamilan 35 minggu. Lakukan
persalinan dengan seksio sesarea bila janin letak sungsang, gawat janin dengan
syarat partus pervaginam tidak terpenuhi, infeksi intrapartum dengan syarat
partus pervaginam tidak terpenuhi, janin letak lintang, plasenta previa, dan
taksiran berat janin 1.500 gram.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar