Minggu, 06 Januari 2013

Kehamilan Premature ( Preterm)


2.1 Definisi
Persalinan preterm adalah persalinan yang berlangsung pada umur kehamilan 20 – 37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. (4)
Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI di Semarang tahun 2005 menetapkan bahwa persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 22 – 37 minggu(4)
Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi dibawah umur kehamilan 37 minggu dengan perkiraan berat badan janin kurang dari 2500 gram. (5)
2.2 Etiologi dan Faktor Risiko(4)
Persalinan prematur merupakan kelainan proses yang multifaktorial. Kombinasi keadaan kondisi obstetri, sosiodemografi, dan faktor medik mempunyai pengaruh terhadap terjadinya persalinan prematur. Kadang hanya resiko tunggal dijumpai seperti distensi berlebih uterus, ketuban pecah dini atau trauma. Banyak kasus persalinan prematur sebagai akibat proses patogenik yang merupakan mediator biokimia yang mempunyai dampak terjadinya kontraksi rahim dan perubahan serviks, yaitu:
1.      Aktifasi aksis kelenjar hipotalamus – hipofisis – adrenal baik pada ibu atau janin akibat stres pada ibu atau janin
2.      Inflamasi desidua sampai chorioamnion atau sistemik akibat infeksi asenden dari trakus genitourinaria/infeksi sistemik
3.      Perdarahan desidua
4.      Peregangan uterus patologik
5.      Kelainan pada uterus atau serviks
Dengan demikian, untuk memprediksi kemungkinan terjadinya persalinan prematur harus dicermati beberapa kondisi yang menimbulkan kontraksi, menyebabkan persalinan prematur atau seorang dokter terpaksa mengakhiri kehamilan pada saat kehamilan belum genap bulan.
Kondisi selama kehamilan yang beresiko terjadinya persalinan preterm adalah:
2.2.1        Janin dan plasenta
1.      Perdarahan trimester awal
2.      Perdarahan antepartum
a.       Solusio Plasenta.
Terlepasnya plasenta akan merangsang untuk terjadi persalinan prematur. Meskipun sebagian besar terjadi pada matur. Pada pasien dengan riwayat solusio plasenta maka kemungkinan terulang menjadi lebih besar.
b.      Plasenta Previa.
Sering kali berhubungan dengan persalinan prematur akibat harus dilakukan tindakan pada perdarahan yang banyak. Bila terjadi perdarahan banyak maka kemungkinan kondisi janin kurang baik karena hipoksia.
3.      Ketuban Pecah Dini (KPD)
Mungkin mengawali terjadinya kontraksi atau sebaliknya. Ada beberapa kondisi yang mungkin menyertai seperti serviks inkompeten, hidramnion, kehamilan ganda, infeksi vagina dan serviks dan lain-lain. Infeksi asenden merupakan teori yang cukup kuat dalam mendukung terjadinya amnionitis dan kemungkinan ketuban pecah.
4.      Pertumbuhan janin terhambat
Merupakan kondisi dimana salah satu sebabnya ialah pemasukan oksigen dan makanan mungkin kurang adekuat dan hal ini mendorong untuk terminasi kehamilan lebih dini.
5.      Cacat bawaan janin
6.      Kehamilan ganda/gemeli
Sebanyak 10% pasien dengan partus preterm ialah kehamilan ganda dan secara umum kehamilan ganda mempunyai masa gestasi yang lebih pendek.
7.      Polihidramnion

2.2.2        Ibu
1.      Penyakit berat pada ibu
Tekanan darah tinggi menyebabkan penolong cenderung untuk mengakhiri kehamilan, hal ini menimbulkan prevalensi persalinan prematur meningkat.
2.      Diabetes mellitus
Pada kehamilan dengan diabetes yang tidak terkendali maka dapat dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Tapi saat ini dengan pemberian insulin dan diet yang terprogram, umunya gula darah dapat dikendalikan.
3.      Preeklamsi/hipertensi
4.      Infeksi saluran kemih/genital/intauterin
5.      Penyakit infeksi dengan demam
6.      Stress psikologik
7.      Kelainan bentuk uterus
Meskipun jarang terjadi tetapi dapat dipertimbangkan hubungan kejadian partus preterm dengan kelainan  uterus yang ada.
8.      Kelainan bentuk serviks
Hal ini mungkin menjadi penyebab abortus selain partus preterm. Riwayat tindakan serviks dapat dihubungkan dengan terjadinya inkompeten. Chamberlain dan Gibbings menemukan 60% dari pasien serviks inkompeten pernah mengalami abortus spontan dan 49% mengalami pengakhiran kehamilan pervaginam.
9.      Riwayat persalinan preterm/abortus berulang
10.  Inkompetensi serviks (panjang serviks kurang dari 1 cm)
11.  Pemakaian obat narkotik
12.  Trauma
13.  Perokok berat
14.  Kelainan imunologi/kelainan resus
2.2.3        Sosial Budaya (Demografi) (10)
1.         Perokok atau penyalahgunaan obat (alcohol, kokain)
2.         Kemiskinan
3.         Pendek kurus
4.         Umur<18 tahun atau > 40 tahun
5.         Keturunan(orang tua yang  juga melahirkan premature)
6.         Ras berkulit hitam.
2.2.4Faktor yang mempengaruhi lamanya kehamilan:
1.         Susunan syaraf otonom: Penerimaan rangsang dari korpus uteri terhadap wanita berbeda-beda
2.         Perangsangan mekanik: Makin besar uterus diregang, makin banyak kesempatan uterus untuk berkontraksi
3.         Derajat dimana korpus uteri menjadi kurang sensitif terhadap rangsangan sewaktu hamil
§  Derajat perkembangan dan pertumbuhan uterus
§  Derajat dari hormonal block (progesteron, kerjanya dengan memblokir perjalanan rangsang dari otot-otot uterus)
4.         Faktor Serviks: Inkompeten serviks, laserasi serviks, stenosis serviks, jaringan parut serviks.

2.3 Patofisiologi
Persalinan prematur dapat diperkirakan dengan mencari faktor resiko mayor atau minor. Faktor resiko minor ialah penyakit yang disertai demam, perdarahan pervaginam pada kehamilan lebih dari 12 minggu, riwayat pielonefritis, merokok lebih dari 10 batang perhari, riwayat abortus pada trimester II, riwayat abortus pada trimester I lebih dai 3 kali. (6)
Faktor resiko mayor adalah kehamilan multiple, hidramnion, anomali uterus, serviks terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, serviks mendatar atau memendek kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, riwayat abortus pada trimester II lebih dari 1 kali, riwayat persalinan prematur  sebelumnya, operasi abdominal pada kehamilan prematur, riwayat operasi konisasi, dan iritabilitas uterus.(6)
Pasien tergolong resiko tinggi bila dijumpai 1 atau lebih faktor resiko mayor atau bila ada 2 atau lebih resiko minor atau bila ditemukan keduanya. (7)
2.4Diagnosis(4)
1.      Kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7-8 menit sekali, atau 2-3 kali dalam waktu 10 menit
2.      Adanya nyeri pada punggung bawah (low back pain)
3.      Perdarahan bercak
4.      Perasaan menekan daerah serviks
5.      Pemeriksaan serviks menunjukkan telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm, dan penapisan 50 – 80%
6.      Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina isiadika
7.      Selaput ketuban pecah dapat merupakan tanda awal terjadinya persalinan preterm
8.      Terjadi pada usia kehamilan 22 – 37 minggu
2.5Pemeriksaan Penunjang(8)
1.      Pemeriksaan darah lengkap dan hitung jenis.
2.      Urinalisis.
3.      Ultrasonografi untuk melihat taksiran berat janin, posisi janin dan letak plasenta.
4.      Amniosentesis untuk melihat kematangan beberapa organ janin, seperti rasio lasitin, spingo myelin, surfaktan, dll.
2.6Pencegahan(4)
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah persalinan preterm antara lain sebagai berikut :
§  Hindari kehamilan pada ibu terlalu muda (kurang dari 17 tahun)
§  Hindari jarak kehamilan terlalu dekat
§  Menggunakan kesempatan  periksa hamil dan memperoleh pelayanan antenatal yang baik
§  Anjuran tidak merokok ataupun mengkonnsumsi obat terlarang
§  Hindari kerja berat dan perlu cukup istirahat
§  Obati penyakit yang dapat menyebabkab persalinan preterm
§  Kenali dan obati infeksi genital atau saluran kencing
§  Deteksi dan pengamanan faktor resiko terhadap persalinan preterm
2.7 Pengelolaan(4)
Menjadi pemikiran pertama pada penatalaksanaan persalinan preterm adalah: apakah ini memang persalinan preterm. Selanjutnya mencari penyebab dan nilai kesejahteraan janin yang dapat dilakukan secara klinis, laboratotis, ataupun ultrasonografi meliputi pertumbuhan atau berat janin, jumlah dan keadaan cairan amnion, presentasi dan atau kelainan kongenital. Bila proses persalinan kurang bulan masih tetap berlangsung atau mengancam, meski telah dilakukan segala upaya pencegahan, maka perlu dipertimbangkan:
§  Seberapa bessar kemampuan klinik
§  Bagaimana persalinan sebaiknya berakhir, pervaginam atau bedah saesar
§  Komplikasi apa yang akan timbul bagaimana pendapat pasien dan keluarga mengenai konsekuensi perawatan bayi preterm dan kemungkinan hidup atau cacad
§  Seberapa besar dana yang diperlukan untuk merawat bayi preterm, dengan rencana  perawatan intensif neonatus.
2.7.1 Manajemen persalinan preterm bergantung pada beberapa faktor (4)
§  Keadaan selaput ketuban. Pada umumnya persalinan tidak dihambat bila mana selaput ketuban sudah pecah
§  Pembukaan serviks. Persalinan akan sulit dicegah bila pembukaan mencapai 4 cm
§  Umur kehamilan. Makin muda usia kehamilan, upaya mencegah perslalinan makin perlu dilakukan . persalinan dapat dipertimbangkan berlangsung bila TBJ > 2000 gr atau usia kehamilan > 34 minggu
§  Penyebab atau komplikasi persalinan preterm
§  Kemampuan neonatal intensive care  facilities
Meski beberapa mnacam obat telah dipakai untuk mengham,bat persalinan, tidak ada yang benar-benar efektif. Namun, pemberian tokolisis masih perlu diopertimbangkan bila dijumpai kontraksi uterus yang regular dengan perubahan serviks. Alasan pemberian tokolisis pada persalinan preterm adalah :
§  Mencegah mortalitas dan morbilitas pada bayi prematur
§  Memberi kesempatan bagi terapi kortiko steroid untuk menstimulir survaktan paru janin
§  Memberi kesempatan transper intra unterin pada pasilitas yang lebih lengkap
§  Optimalisasi personel
     Untuk menghambat proses persalinan preterm selain tokolisis, perlu membatasi aktifitas atau tirah baring.
Persiapan persalinan preterm perlu pertimbangan berdasar :
§  Usia gestasi usia 34 minggu atau lebih : dapat melahirkan ditingkat dasar/ primer , memngingat proignosis relatif baik
§  Usia gestasi kurang dari 34 minggu : harus dirujuk ke rumah sakit dengan pasilitas perawatan neonatus yang memadai.
2.7.2 Cara persalinan(4)
Masih sering muncul kontroversi dalam cara persalinan kurang bulan seperti : apakah sebaiknya persalinan berlangsung pervaginam atau seksio sesarea terutama pada berat janin yang sangat rendah dan preterm sungsang, pemakaian forseps untuk melindungi kepala janin, dan apakah ada manfaatnya dilakukan episiotomi profilaksis yang luas untuk mengurangi trauma kepala.
Bila janin presentasi kepala, maka diperbolehkan partus pervaginam. Seksio sesaria tidak memberikan prognosis yang lebih baik bagi bayi, bahkan merugikan ibu. Prematuritas janganlah dipakai sebagai indikasi untuk melakukan seksio sesarea. Oleh karena itu, seksio sesarea hanya dilakukan atas indikasi obstetrik.
Pada kehamilan letak sungsang 30-34minggu, seksio sesarea dapat dipertimbangkan. Setelah kehamilan lebih dari 34 minggu, persalinan dibiarkan terjadi karena morbilitas dianggap sama dengan kehamilan aterm.
2.7.3 Perawatan neonatus(4)
Untuk perawatan bayi preterm baru lahir perlu diperhatikan keadaan umum, biometri, kemampuan bernafas, kelainan fisik, dan kemampuan minum.
Keadaan kritis bayi prematur yang harus dihindari adalah kedinginan, pernafasan yang tidak adekuat, atau trauma. Suasana hangat diperlukan untuk mencegah hipotermia pada neonatus(suhu badan di bawah 36,5 C), bila mungkin bayi sebaiknya dirawat cara KANGURU untuk menghindarkan hipotermia. Kemudian dibuat perencanaan pengobatan dan asupan cairan.
ASI diberikan lebih sering, tetapi bila tidak mungkin, diberikan dengan sonde atau dipasang infus. Semua bayi baru lahir harus mendapat nutrisi sesuai dengan kemampuan dan kondisi bayi.
Sebaiknya persalinan bayi terlalu muda atau terlalu kecil berlangsunng pada fasillitas yang memadai, seperti pelayanan perinatal dengan personel dan fasilitas yang adekuat termasuk perawatan perinatal intensif.
2.8 Penatalaksanaan (8)
Setiap persalinan preterm harus dirujuk ke rumah sakit. Cari apakah faktor penyulit ada. Dinilai apakah termasuk risiko tinggi atau rendah.
1.      Sebelum dirujuk, berikan air minum 1.000 ml dalam waktu 30 menit dan nilai apakah kontraksi berhenti atau tidak.
2.      Bila kontraksi masih berlanjut, berikan obat takolitik seperti Fenoterol 5 mg peroral dosis tunggal sebagai pilihan pertama atau Ritodrin mg peroral dosis tinggi sebagai pilihan kedua, atau Ibuprofen 400 mg peroral dosis tungga sebagai pilihan ketiga.
3.      Bila pasien menolak dirujuk, pasien harus istirahat baring dan bayak minum, tidak diperbolehkan bersenggama. Pasien diberi takolitik seperti Fenoterol 5 mg peroral 6 jam atau Ritodrin 10 mg peroral tiap 4 jam atau Ibuprofen 400 mg peroral tiap 8 jam sampai 2 hari bebas kontraksi.
4.      Persalinan tidak boleh ditunda bila ada kontraindikasi mutlak (gawat janin, karioamnionitis, perdarahan antepartum yang banyak) dan kontraindikasi relative (gestosis, DM, pertumbuhan janin terhambat dan pembukaan serviks 4 cm).

Dirumah sakit dilakukan:(8)
1.      Observasi pasien selama 30 – 60 menit. Penatalaksanaannya tegantung kontraksi uterus serta dilatasi dan pembukaan serviks.
a.       Hidrasi dan sedasi, yaitu hidrasi dengan NaCl 0,9%, dekstrosa 5% atau ringer laktat, dekstrosa 5% sebanyak 1:1 dan sedasi dengan morfin sulfat 6 – 12 mg Im selama 1 jam sambil mengobservasi ibu dan janin.
b.      Pasien kemudian dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu
- Kelompok I       : Pembukaan serviks terus berlangsung maka diberikan takolisis.
- Kelompok II      :    Tidak ada perubahan pembukaan dan kontraksi uterus masih terjadi maka diberikan takolisis.
- Kelompok III    :    Tidak ada perubahan pembukaan dan kontraksi uterus berkurang maka pasien hanya diobservasi.
2.      Berikan takolisis bila janin dalam keadaan baik. Kehamilan 20 – 37 minggu, pembukaan serviks kurang dari 4 cm dan selaput ketuban masih ada.
Lakukan persalinan pervaginam bila janin presentasi kepala atau lakukan episiotomi lebar dan ada perlindungan forseps terutama pada kehamilan 35 minggu. Lakukan persalinan dengan seksio sesarea bila janin letak sungsang, gawat janin dengan syarat partus pervaginam tidak terpenuhi, infeksi intrapartum dengan syarat partus pervaginam tidak terpenuhi, janin letak lintang, plasenta previa, dan taksiran berat janin 1.500 gram.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar