2.1.Pengertian
Solusio plasenta ialah pelepasan placenta sebelum waktunya dari tempat
implantasinya yang normal pada uterus, sebelum janin dilahirkan. Definisi ini berlaku
pada kehamilan dengan masa gestasi diatas 22 minggu atau berat janin di atas
500 gram. Proses solusito plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan dalam
disidua basalis yang menyebabkan hematoma retroplsenter.
Hematoma dapat semakin membersar kearah pinggir plasenta sehingga jika
amniok horion sampai terlepas, perdarahan akan keluar melalui ostium uteri
(perdarahan keluar), sebaiknya apabila amniokhorion tidak terlepas. Perdarahan
tertampung dalam uterus (perdarahan tersembunyi).
Perdarahan keluar
|
Perdarahan tersembunyi
|
1. Keadaan
umum penderita relatif lebih baik
|
1. Keadaan
penderita lebih jelak
|
2. Plasenta
terlepas sebagian atau inkomplit
|
2. Plasenta
terlepas luas, uterus keras/kejang
|
3. Jarang
berhubungan dengan hipertensi
|
3. Sering
berkaitan dengan hipertensi
|
4. Merupakan
80% dari solusio placenta
|
4. Hanya
merupakan 20% dari solusio plasenta
|
|
5. Sering
disertai toxaemia
|
|
6. Pelepasan
biasanya komplit
|
(Manuaba, 1999)
2.2.Etiologi
Sebab primer solusio plasenta belum jelas tapi diduga bahwa penyebabnya
adalah :
1.
Hipertensi assentiaus atau pre eklamsi, dekompresi
uterus mendadak
2.
Tali pusat yang pendek, anomali atau tumor uterus
defisiensi gizi
3.
Trauma, merokok, konsumsi alkohol, penyalahgunaan
kokain
4.
Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava
inferior
5.
Uterus yang sangat mengecil (hydromnion gemeli)
obstruksi vena kavo inferior dan vena ovarika
Disamping itu juga ada pengaruh terhadap :
1.
Umur lanjut
2.
Multiparitas
3.
Defisiensi ac. Folicum
Solusio plasenta dimulai dengan perdarahan dalam acidua basalis,
terjadilah hematoma dalam acidua yang mengangkat lapisan-lapisan diatasnya.
Hematoma ini makin lama makin besar, sehingga bagian plasenta yang terlepas dan
tak berfaal. Akhirnya hematoma mencapai pinggir placenta dan mengalir keluar
antara selaput janin dan dinding rahim.
(Mansjoer, 2001)
2.3.Tanda Dan Gejala
a. Perdarahan
yang disertai nyeri, juga diluar his
b. Anemia
dan shock : beratnya anemia dan shock sering tidak sesuai dengan banyaknya
darah yang keluar
c. Rahim
keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi rahim bertambah dengan darah
yang berkumpul di belakang plasenta hingga rahim teregang (uterus en bois)
d. Palpasi
sukar karena rahim keras
e. Fundus
uteri makin lama makin naik
f. Bunyi
jantung biasanya tidak ada
g. Pada
toucher teraba ketuban yang tegang terus menerus (karena isi rahim bertambah)
h. Sering
ada proteinuria karena disertai toxemia
Diagnosis didasarkan atas adanya perdarahan antepartum yang bersifat
nyeri, uterus yang tegang dan nyeri setelah plasenta lahir atas adanya impresi
(cekungan) pada permukaan maternal placenta akibat tekanan haematoma
retroplacentair
Perdarahan dan shock diobati dengan pengosongan rahim
segera mungkin hingga dengan kontraksi dan retraksi rahim. Perdarahan dapat
terhenti. Persalinan dapat dipercepat
dengan pemecahan ketuban dan pemberian infus dengan oxytocin. Jadi pada solusio
plasenta pemecahan ketuban tidak dimaksudkan untuk hentikan perdarahan dengan
segera seperti pada placenta previa tapi untuk mempercepat persalinan dengan
pemecahan ketuban regangan dinding rahim berkurang dan kontraksi rahim menjadi
lebih baik, disamping tindakan tersebut transfusi sangat penting (Winkjosastro,
2005).
2.4.Penatalaksanaan
Atasi syok
2.5.Infus larutan NS/RL untuk
restorasi cairan, berikan 500 ml dala 15 menit pertama dan 3 l dalam 2 jam
pertama
2.6.Berikan transfusi dengan darah
segar untuk memperbaiki faktor pembekuan akibat koagulatif
Tatalaksana oliguria atau nekrosis tubuler akut
Tindakan restorasi cairan, dapat memperbaiki
hemodinamika dan mempertahankan eksresi sistem urinaria, tetepai bila syok
terjadi secara cepat dan telah berlangsung lama (sebelum dirawat), umumnya akan
terjadi gangguan fungsi ginjal yang ditandai dengan oliguria (produkdi urin
< 30 ml/jam) pada kondisi yang lebih berat dapat terjadi anuria yang
mengarah pada nekrosis tubulus renalis. Setelah restorasi cairan dilakukan
tindakan untuk mengatasi gangguan tersebut dengan :
a.
Furosemida 40 mg dalam 1 liter krostoloid dengan 40-60
tetes/menit
b.
Bila belum berhasil gunakan manital 500 ml dan 40
tetes/menit
Atasi hipofibrigonemia
1.
Restorasi cairan/darah sesegera mungkin dapat
menghindarkan terjadinya koagulopati
2.
Lakukan uji beku darah (bedside coagulation test) untuk
menilai fungsi pembekuan darah (penilaian tidak langsung kadar ambang
fibrinogen)). Carananya sebagai berikut :
a.
Ambil darah vena 2 ml masukkan dalam tabung kemudian
diobservasi
b.
Gangguan bagian tabung yang berisi darah
c.
Setelah 4 menit, miringkan tabung untuk melihat lapiran
koagulasi dipermukaan, lakukan hal yang sama tiap menit
d.
Bila bagian permukaan tidak membeku dalam waktu 7
menit, maka diperkiran titer fibrinogen dianggap di bawah nilai normal (kritis)
e.
Bila terjadi pembekuan tipis yang mudah robek bila tabung dimiringkan, keadaan ini juga
menunjukan kadar fibrinogen di bawah ambang normal.
3.
Bila darah segera tidak dapat segera diberikan, berikan
plasma beku segar (15 ml/kg BB)
4.
Bila plasma beku segar tidak tersedia, berikan
kriopresipatat fibrinogen
5.
Pemberian fibrinogen, dapat memperberat terjadinya
koagulasi desminato intravaskuler yang berlanjut yang berlanjut dengan
pengedapan fibrin, pengendapan fibrin, pembendugan mikrosirkulasi di dalam, di
dalam organ-organ vital, seperti ginjal, glandula adrenalis hipofisis dan otak.
6.
Bila perdarahan masih berlangsung (koagulatif) dan
trombosit di bawah 20.000 berikan konsetra trombosit.
Hypofibrinogenemia : coagulopathi ialah kelainan
pembekuan darah : dalam ilmu kebidanan paling sering disebabkan oleh solusio
plasenta, tapi juga dijumpai pada emboli air ketuban, kematian janin dalam
rahim dan perdarahan postpartum.
Kadar fibrinogen pada wanita yang hamil biasanya
antara 300-700 mg dalam 100 cc. bila kadar fibrinogen dalam darah turun di
bawah 100 mg per 100 cc terjadilah gangguan pembekuan darah.
Terjadinya hipofibrinogenemia :
Fase I : pada
pembuluh darah terminal (arteriol, kapiler, vena terjadi pembekuan darah
disebut disseminated intravaskuler clotting, akibatnya ialah bahwa peredaran
darah kapiler (microcirculasi) terganggu. Jadi pada fase I turunya kadar
fibrinogen disebabkan karena pemakaian zat tersebut. Maka fase I disebut juga
coagulopatihi consumtif.
Diduga bahwa hematom retroplacentair mengeluarkan
thtomboplastin yang menyebabkan pembekuan intravaskuler tersebut.
Akibat gangguan mikrocirculasi terjadi kerusakan
jaringan pada alat-alat yang penting karena hipoxia, kerusakan ginjal
menyebabkan oliguri/anuri, akibat gangguan mocrocirculsi ialah shock
Fase II : fase
regulasi reparatif ialah usaha badan untuk membuka kembali perdarahan. Darah
kapiler yang tersumbat. Usaha ini dilaksanakan dengan fibrinolyse. Fibrinolyse
yang berlebihan lebih lagi menurunkan kadar fibrinogen hingga terjadi
perdarahan patologis
Penentuan hypofibrinogenaemi
Penentuan fibrinogen secara
laboratoris memakan waktu yang lama maka untuk
keadaan akut baik dilakukan clot obsevation test. Beberapa CC darah
dimasukkan dalam tabung reagens. Darah yang normal membeku dalam 6-15 menit.
Jika darah membeku cair lagi dalam 1 jam maka ada aktivitas fibrinolyse
(Winkjosastro, 2005).
2.5.Patofisiologi
Terjadinya solusio placenta dipicu oleh perdarahan ke dalam disidua
basalis, yang kemudian terbelah dan meninggalkan lapisan tipis yang melekat
pada meometrium sehingga terbentuk hematoma disidual yang menyebabkan
perlepasan, kompresi dan akhirnya penghancuran placenta yang berdekatan dengan
bagian tersebut.
Ruptur pembuluh arteri spiralis disidua menyebabkan hematoma
retroplacenta yang akan memutuskan lebih banyak pembuluh darah, hingga
pelepasan placenta makin luas dan mencapai tepi plasenta, karena uterus tetap
berdistensi dengan adanya janin, uterus tidak mampu berkontraksi optimal untuk
menekan pembuluh darah tersebut selanjutnya darah yang mengalir keluar dapat
melepaskan selaput ketuban (Mansjoer, 2001).
2.6.Pengobatan
2.6.1.
Umum
a.
Pemberian darah yang cukup
b.
Pemberian O2
c.
Pemberian antibiotica
d.
Pada shock yang berat diberi kortikasteroid dalam dosis
tinggi
2.6.2.
Khusus
a.
Teraphy hypoibrinogenemi
1)
Subtitusi dengan human fibrinogen 10 gram atau darah
segar
2)
Menghentikan fibrinolyse dengan trasylol (proteinase
inhibitor) 200.000 s IV selanjutnya kalau perlu 100.000 s/jam dalam infus
b.
Untuk merangsang diurese : mannit/mannitol
Deurese yang baik lebih dari 30-40 cc/jam
2.6.3.
Obstetris
Pimpinan persalinan pada solusio placenta bertujuan untuk mempercepat
persalinan diharapkan dapat terjadi dalam 3-6 jam.
Alasannya adalah :
a.
Bagian placenta yang terlepas meluas
b.
Perdarahan bertambah
c.
Hypofibrinogenaemi menjelma atau bertambah
Tujuan ini dicapai dengan :
a.
Pemecahan ketuban : pada solusio placenta tidak
bermaksud untuk menghentikan perdarahan dengan segera tetapi untuk mengurangi
regangan dinding rahim dan dengan demikian mempercepat persalinan
b.
Pemberian infus pitocin ialah 5 c dalam 500 cc glucase
5%
c.
Seksio Sesaria
1) Seksio
sesaria dilakukan apabila :
·
Janin hidup dam pembekuan belum lengkap.
·
Janin hidup, gawat janin, tetapi persalinan
pervaginam tidak dapat dilaksanakan dengan segera.
·
Janin mati pervaginam dapat berlangsung dalam
waktu yang singkat
2) Persiapan
untuk sesaria cukup dilakukan penanggulangan awal (stabilisasi dan tatalaksana
komplikasi) dan segera lahirkan bayi karena operasi merupakan satu-satunya cara
efektif untuk menghentikan perdarahan.
3) Hematoma
meometrium tidak mengganggu kontraksi uterus
4) Observasi
ketat kemungkinan perdarahan ulang (koagulopatti) (Manuaba, 1999)
d. Partus
Pervaginam
1) Partus
pervaginam dilakukan apabila :
·
Janin hidup, gawat janin, pembekuan lengkap, dan
bagian terendah didasari panggul
·
Janin telah meninggal dan pembukaan serviks >
2 cm
2)
Pada kasus pertama, amniotomii (bila ketuban belum
pecah), kemudian percepat kala II dengan ekstraksi forceps (vakum)
3)
Untuk kasus kedua, lakukan amniotomi (bila ketuban
belum pecah) kemudian akselerasi dengan 5 unit oksitosin dla dekstore 5% atau
RL, tetesan diatur sesuai dengan kondisi kontraksi uterus.
4)
Setelah persalinan, gangguan pembekuan darah akan
membaik dalam waktu 24 jam, kecuali bila jumlah trombosit sangat rendah
(perbaikan batu terjadi dalam 2-4 hari kemudian)
(Manuaba, 1999)
2.7.Manifestasi Klinis
a.
Anamnesis
Perdarahan biasanya pada trimester ke III perdarahan
pervaginam berwarna kehitam-hitaman yang sedikit sekali tanpa rasa nyeri sampai
dengan yang disertai nyeri perut, uterus tegang, perdarahan pervaginam yang
banyak, syok, dan kematian janin intrauterin.
b.
Pemeriksaan fisik
Tanda vital dapat normal sampai menunjukkan tanda syok
Tidak ada komentar:
Posting Komentar