Minggu, 06 Januari 2013

Retensio Plasenta


2.2 Retensio Plasenta
2.2.1 Pengertian Retensio Plasenta
Istilah retensio plasenta dipergunakan jika plasenta belum lahir ½ jam sesudah anak lahir. (Sastrawinata, 2008:174)
Pengertian tersebut juga dikuatkan oleh Winkjosastro (2006:656) yang menyebutkan retensio plasenta adalah apabila plasenta belum lahir setangah jam setelah janin lahir. (10)
Retensio plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi waktu setengah jam. Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya sebagian plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera. Bila retensio plasenta tidak diikuti perdarahan maka perlu diperhatikan ada kemungkinan terjadi plasenta adhesive, plasenta akreta, plasenta inkreta, plasenta perkreta. (Manuaba (2006:176).
Plasenta inkarserata artinya plasenta telah lepas tetapi tertinggal dalam uterus karena terjadi kontraksi di bagian bawah uterus atau uteri sehingga plasenta tertahan di dalam uterus. (Manuaba (2006:176).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa retensio plasenta ialah plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir, keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya sebagian plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera.
Plasenta yang belum lahir dan masih melekat di dinding rahim oleh karena kontraksi rahim kurang kuat untuk melepaskan plasenta disebut plasenta adhesiva. Plasenta yang belum lahir dan masih melekat di dinding rahim oleh karena villi korialisnya menembus desidua sampai miometrium disebut plasenta akreta. Plasenta yang sudah lepas dari dinding rahim tetapi belum lahir karena terhalang oleh lingkaran konstriksi di bagian bawah rahim disebut plasenta inkarserata. (9)
Perdarahan hanya terjadi pada plasenta yang sebagian atau seluruhnya telah lepas dari dinding rahim. Banyak atau sedikitnya perdarahan tergantung luasnya bagian plasenta yang telah lepas dan dapat timbul perdarahan. Melalui periksa dalam atau tarikan pada tali pusat dapat diketahui apakah plasenta sudah lepas atau belum dan bila lebih dari 30 menit maka kita dapat melakukan plasenta manual. (Sulisetiya.blogspot.com/2010/03).
Retensio plasenta (Placental Retention) merupakan plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta (rest placenta) merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam rongga rahim yang dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini (Early Postpartum Hemorrhage) atau perdarahan post partum lambat (Late Postpartum Hemorrhage) yang biasanya terjadi dalam 6-10 hari pasca persalinan. (9)

2.2.2 Penyebab Retensio Plasenta
A. Etiologi dasar meliputi : (9)
1.      Faktor maternal
a)      Gravida berusia lanjut
b)      Multiparitas
2.      Faktor uterus
a)      Bekas sectio caesaria, sering plasenta tertanam pada jaringan cicatrix uterus
b)      Bekas pembedahan uterus
c)      Anorrali dan uterus
d)     Tidak efektif kontraksi uterus
e)      Pembentukan contraction ring
f)       Bekas curetage uterus, yang terutama dilakukan setelah abortus
g)      Bekas pengeluaran plasenta secara maual
h)      Bekas ondometritis
3.      Faktor plasenta
a)      Plasenta previa
b)      Implantasi corneal
c)      Plasenta akreta
d)     Kelainan bentuk plasenta
Latar belakang keaadaan yang nampaknya umum terjadi pada semua kondisi penyebab adalah defisiensi endometrium dan desisua. Diantaranya adalah : (9)
a)      Desidua yang melapisi jaringan cicatrix bekas sectio caesar kurang memadai
b)       Pada wanita yang pernah mengalami plasenta previa, pengembangan desidua pada segmen bawah rahim relatif jelek
c)      Desidua pada cornu uterina biasanya hipoplastik
d)     Pada banyak wanita dengan meningkatnya usia dan paritas terjadi penurunan Kecukupan desidua secara progresif
e)      Bekas curetage atau pengeluaran plasenta secara manual merupakan indikasi bahwa perlekatan plasenta yang abnormal menjadi alasan diperlukannya prosedur tersebut.
B. Etiologi berdasar abnormalitas pada tingkata kala III, meliputi :
Penyebab Retentsio Plasenta menurut Sastrawinata (2006:174) adalah:
a.       Fungsional: (11)
1)   His kurang kuat (penyebab terpenting)
2)   Plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi di sudut tuba);
bentuknya (plasenta membranasea, plasenta anularis); dan ukurannya (plasenta yang sangat kecil).
Plasenta yang sukar lepas karena penyebab di atas disebut plasenta adhesive.
b.      Patologi – anatomi: (11)
1)   Plasenta akreta (Villi chorialis menanamkan diri lebih dalam pada dinding rahim daripada biasa, yaitu sampai ke batas atas lapisan otot).
2)   Plasenta inkreta (Increta Villi chorialis sampai masuk ke dalam lapisan otot rahim).
3)   Plasenta perkreta (Villi chorialis menembus lapisan otot dan mencapai serosa atau menembusnya).
Sebab-sebabnya plasenta belum lahir bisa oleh karena: (10)
a)    Plasenta belum lepas dari dinding uterus;
b)   Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.
Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan; jika lepas sebagian, terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. (10)
Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena:
kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva); plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua sampai miometrium- sampai di bawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta).
(10)
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta). (10)
Menurut Manuaba (2006:301) kejadian retensio plasenta berkaitan dengan:
a)      Grandemultipara dengan implantasi plasenta dalam bentuk plasenta adhesive, plasenta akreta, plasenta inkreta, dan plasenta perkreta.
b)      Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan.
c)      Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan:
·         Darah penderita terlalu banyak hilang
·         Keseimbangan baru berbentuk bekuan darah, sehingga perdarahan tidak terjadi
·         Kemungkinan implantasi plasenta terlalu dalam
Plasenta manual dengan segera dilakukan:
·         Terdapat riwayat perdarahan postpartum berulang
·         Terjadi perdarahan postpartum berulang
·         Pada pertolongan persalinan dengan narkosa
·         Plasenta belum lahir setelah menunggu selama setengah jam

2.2.3 Anatomi
Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15 sampai 20 cm dan tebal lebih kurang 2.5 cm. Beratnya rata-rata 500 gram. Tali-pusat berhubungan dengan plasenta biasanya di tengah (insertio sentralis). (9)
Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan lebih kurang 16 minggu dengan ruang amnion telah mengisi seluruh kavum uteri. Bila diteliti benar, maka plasenta sebenarnya berasal dari sebagian besar dari bagian janin, yaitu vili koriales yang berasal dari korion, dan sebagian kecil dari bagian ibu yang berasal dari desidua basalis. (9)
Darah ibu yang berada di ruang interviller berasal dari spiral arteries yang berada di desidua basalis. Pada sistole darah disemprotkan dengan tekanan 70-80 mmHg seperti air mancur ke dalam ruang interviller sampai mencapai chorionic plate, pangkal dari kotiledon-kotiledon janin. Darah tersebut membasahi semua vili koriales dan kembali perlahan-lahan dengan tekanan 8 mmHg ke vena-vena di desidua. (9)
Plasenta berfungsi: sebagai alat yang memberi makanan pada janin, mengeluarkan sisa metabolisme janin, memberi zat asam dan mengeluarkan CO2, membentuk hormon, serta penyalur berbagai antibodi ke janin. (9)

2.2.4 Jenis Dari Retensio Plasenta
Jenis dari retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir (Prawirohardjo, 2002)
Jenis retensio plasenta :
a)      Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
b)      Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan miomentrium..
c)      Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai/memasuki miomentrium.
d)     Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang
menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
e)      Plasenta inkaserata adalah tertahannya plasenta didalam kavum uteri, disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.

2.2.5 Etiologi Dan Patogenesis
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecilan mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta. (9)
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada di antara serat-serat otot miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti. (9)
Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme kala tiga persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu: (9)
1)      Fase laten, ditandai oleh menebalnya dinding uterus yang bebas tempat plasenta, namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
2)      Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat (dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
3)      Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.
4)      Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta lebih merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 89% plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat implantasinya. Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah sering ada semburan darah yang mendadak, uterus menjadi globuler dan konsistensinya semakin padat, uterus meninggi ke arah abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun masuk ke vagina, serta tali pusat yang keluar lebih panjang. Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan oleh dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian bawah rahim atau atas vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh adanya tekanan inter-abdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam posisi terlentang sering tidak dapat mengeluarkan plasenta secara spontan. Umumnya, dibutuhkan tindakan artifisial untuk menyempurnakan persalinan kala IV. Metode yang biasa dikerjakan adalah dengan menekan secara bersamaan dengan tarikan ringan pada tali pusat. (9)
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta:
Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus, kontraksi yang kuat dari uterus, serta pembentukan constriction ring. Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa dan adanya plasenta akreta. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik, pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya yang juga dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus.
(9)

2.2.6 Gejala Klinis
a.       Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel fetus dan polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan. (9)
b.      Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus. (9)

2.2.7 Pemeriksaan Penunjang
a)      Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat. (9)
b)      Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung Protrombin Time (PT) dan Activated Partial Tromboplastin Time (APTT) atau yang sederhana dengan Clotting Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain. (9)

2.2.8 Diagnosa Banding
Meliputi plasenta akreta, suatu plasenta abnormal yang melekat pada miometrium tanpa garis pembelahan fisiologis melalui garis spons desidua. (9)


2.2.9 Penatalaksanaan
Penanganan pada retensio plasenta adalah :
1.      Apabila plasenta belum lahir ½ jam setelah anak lahir, harus diusahakan untuk mengeluarkannya. Dapat di coba dahulu perasat menurut Crede. Tindakan ini sekarang tidak banyak dianjurkan karena memungkinkan terjadinya inversion uterin; tekanan yang keras pada uterus dapat pula menyebabkan perlukaan pada otot uterus dan rasa nyeri keras dengan kemungkinan syok. Akan tetapi, dengan teknik yang sempurna hal-hal ini dapat dihindarkan. Salah satu cara lain untuk membantu pengeluaran plasenta adalah cara Brandt. Dengan salah satu tangan, penolong memegang tali pusat dekat vulva. Tangan yang lain di letakan pada dinding perut di atas simfisis sehingga permukaan palmar jari-jari tangan terletak dipermukaan depan rahim, kira-kira pada perbatasan segemen bawah dan badan rahim. Dengan melakukan tekanan kea rah atas belakang, maka badan rahim akan terangkat. Apabila plasenta telah lepas, maka tali pusat tidak tertarik ke atas. Kemudian tekanan di atas simfisis diarahkan kea rah belakang, kea rah vulva. Pada saat ini di lakukan tarikan ringan pada tali pusat untuk membantu mengeluarkan plasenta. Yang selalu tidak dapat dicegah ialah bahwa plasenta tidak dapat dilahirkan seluruhnya, melainkan sebagian masih ketinggalan yang harus dikeluarkan dengan tangan. Pengeluaran plasenta dengan tangan kini diangkap cara yang paling baik. Dengan tangan kiri menahan fundus uteri supaya uterus jangan naik ke atas, tangan kanan di masukkan ke dalam kavum uteri. Dengan mengikuti tali pusat, tangan itu sampai pada plasenta dan mencari pinggir plasenta. Kemudian jari-jari tangan itu dimasukan antara pinggir plasenta dan dinding uterus. Biasanya tanpa kesulitan plasenta sedikit demi sedikit dapat dilepaskan dari dinding uterus untuk kemudian dilahirkan.(10)
2.      Banyak kesulitan dialami dalam pelepasan plasenta pada plasenta akreta. Plasenta hanya dapat dikeluarkan sepotong demi sepotong dan bahaya perdarahan serta perforasi mengancam. Apabila berhubungan dengan kesulitan-kesulitan tersebut diatas akhirnya diagnosis plasenta inkreta dibuat, sebaiknya usaha mengeluarkan secara bimanual dihentikan, lalu dilakukan histerektomi.(10)
3.      Pada plasenta yang sudah lepas, akan tetapi terhalang untuk dilahirkan karean lingkaran konstriksi (inkarserasio plasenta) tangan kiri penolong di masukan kedalam vagina dan kebagian bawah uterus dengan dibantu oleh anestesi umum untuk melonggarkan konstriksi. Dengan tangan tersebut sebagai petunjuk di masukan cunam ovum melalui lingkaran konstriksi untik memegang plasenta, dan perlahan-lahan plasenta sedikit demi sedikit ditarik kebawah melalui tempat sempit itu.(10)
Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah: (9)
a)      Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
b)      Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
c)      Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.
d)     Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
e)      Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuretage sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
f)       Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
g)      Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi sekunder. (Sulisetiya.blogspot.com/2010/03).

2.2.10 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi meliputi:
a)      Komplikasi yang berhubungan dengan transfusi darah yang dilakukan.
b)      Multiple organ failure yang berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan penurunan perfusi organ.
c)      Sepsis
d)     Kebutuhan terhadap histerektomi dan hilangnya potensi untuk memiliki anak selanjutnya.
2.2.11    Terapi
Jika plasenta dalam ½ jam setelah anak lahir belum memperlihatkan gejala-gejala perlepasan, dilakukan plasenta manual. Telah dijelaskan bahwa jika ada perdarahan banyak, mungkin plasenta dilepaskan secara manual lebih dahulu. Akan tetapi, dalam hal ini atas indikasi perdarahan, bukan atas indikasi retensio plasenta. (11)
Teknik pelepasan plasenta secara manual adalah vulva didesinfeksi begitu pula tangan dan lengan bawah si penolong. (11)
Setelah tangan memakai sarung tangan, labia dibuka dan tangan kanan masuk secara obstetrik ke dalam vagina. Tangan luar menahan fundus uteri. Tangan dalam sekarang menyusuri tali pusat, yang sedapat-dapatnya diregangkan oleh asisten. Setelah tangan dalam sampai ke plasenta, tangan pergi ke pinggir  plasenta dan sedapat-dapatnya mencari pinggir yang sudah terlepas. Kemudian dengan sisi tangan sebelah kelingking, plasenta dilepaskan antara bagian plasenta yang sudah terlepas dan dinding rahim dengan gerakan yang sejajar dinding rahim. Setelah plasenta terlepas seluruhnya, plasenta dipegang dan dengan perlahan-lahan ditarik keluar. (11)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar